Analisis Hukum Terhadap Pergub DKI Jakarta No. 118 Tahun 2020 tentang Izin Pemanfaatan Ruang
Konteks Historis dan Tujuan Strategis
-
Respons Terhadap Urbanisasi dan Krisis Tata Ruang
Pergub ini lahir dalam konteks Jakarta sebagai megapolis yang menghadapi tekanan urbanisasi masif, kepadatan penduduk, degradasi lingkungan, dan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang. Sebelumnya, regulasi tata ruang Jakarta tersebar dalam puluhan aturan warisan era 1970-an hingga 2010-an (seperti Keputusan Gubernur 1972, 1990, dan Pergub 2008) yang sering tumpang-tindih dan tidak responsif terhadap dinamika pembangunan modern. Pergub 118/2020 bertujuan menyederhanakan kerangka hukum sekaligus memperkuat kontrol pemanfaatan ruang sesuai RTRW dan RDTR untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota berkelanjutan. -
Harmonisasi dengan Agenda Nasional dan Global
- Omnibus Law UU Cipta Kerja (2020): Pergub ini selaras dengan semangat UU Cipta Kerja yang mengutamakan efisiensi perizinan dan peningkatan iklim investasi. Prosedur pengajuan izin yang diatur dalam Pergub 118/2020 mencerminkan upaya mengurangi birokrasi rumit yang sebelumnya menghambat pembangunan.
- Adaptasi Perubahan Iklim: Pengendalian pemanfaatan ruang juga merupakan respons terhadap kerentanan Jakarta terhadap banjir dan penurunan permukaan tanah. Dengan memperketat kesesuaian izin terhadap RTRW, Pergub ini menjadi instrumen mitigasi risiko bencana.
Inovasi dan Perubahan Signifikan
-
Konsolidasi Regulasi
Pergub 118/2020 mencabut 12 aturan lama, termasuk Kepgub 1972 tentang IMB dan Pergub 147/2018 tentang Tata Cara Perizinan. Hal ini mengakhiri fragmentasi aturan yang kerap menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha dan masyarakat. -
Penyesuaian dengan Teknologi
Meski tidak secara eksplisit menyebut platform digital, Pergub ini menjadi dasar bagi integrasi layanan perizinan berbasis elektronik (seperti Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum DKI), yang sejalan dengan program Smart City Jakarta. -
Pengawasan Terintegrasi
Mekanisme pengawasan pemanfaatan ruang dan bangunan diperkuat melalui kolaborasi lintas OPD (Organisasi Perangkat Daerah), termasuk inspeksi lapangan dan sanksi administratif bagi pelanggar. Ini merupakan langkah progresif untuk mencegah penyimpangan seperti pembangunan liar atau pelanggaran ketentuan zonasi.
Tantangan Implementasi
-
Potensi Konflik dengan Kepentingan Investasi
Di satu sisi, penyederhanaan perizinan diharapkan menarik investasi. Namun, pengawasan yang ketat berisiko menimbulkan gesekan dengan pemilik modal yang mengutamakan kecepatan proyek. -
Kapasitas Aparatur dan Transparansi
Efektivitas Pergub ini sangat bergantung pada kompetensi SDM pemda dalam mengevaluasi permohonan izin dan mengawasi lapangan. Isu korupsi dan pungli di sektor perizinan masih menjadi tantangan struktural yang perlu diantisipasi.
Relevansi dengan Kebijakan Nasional
Pergub 118/2020 memperkuat mandat UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di bidang tata ruang. Selain itu, aturan ini menjadi penjabaran operasional PP 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yang menekankan prinsip keterpaduan antara rencana tata ruang dan izin pemanfaatan.
Rekomendasi untuk Stakeholder
- Pelaku Usaha: Manfaatkan kemudahan perizinan dengan tetap mematuhi ketentuan zonasi dan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) untuk menghindari pembatalan izin.
- Masyarakat Sipil: Lakukan pemantauan partisipatif melalui kanal pengaduan resmi DKI jika menemukan pelanggaran tata ruang.
- Pemprov DKI: Perkuat sosialisasi melalui platform digital dan sinergikan data perizinan dengan sistem one-map policy untuk meminimalisasi dualisme kebijakan.
Catatan Akhir:
Pergub 118/2020 adalah upaya transformatif Pemprov DKI untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Keberhasilannya tergantung pada konsistensi implementasi dan komitmen politik untuk menegakkan aturan tanpa tebang pilih.