Analisis Hukum Terhadap Permen PANRB No. 13 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional PNS
Konteks Historis dan Tujuan Pengaturan
-
Reformasi Birokrasi dan ASN:
Peraturan ini lahir dalam kerangka Reformasi Birokrasi yang digaungkan pemerintah sejak diterbitkannya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). UU ini mengubah paradigma pengelolaan PNS dari sistem patrimonial ke merit-based system, di mana kompetensi, kinerja, dan profesionalisme menjadi tolok ukur utama. Permen PANRB No. 13/2019 merupakan turunan dari PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yang bertujuan memperkuat tata kelola jabatan fungsional (JF) sebagai instrumen peningkatan kualitas pelayanan publik. -
Problem Klasik Jabatan Fungsional:
Sebelum peraturan ini, pengelolaan JF seringkali tumpang-tindih, tidak terstandar, dan minim transparansi. Banyak instansi memiliki kriteria berbeda untuk pengusulan JF, sehingga menimbulkan disparitas karier PNS. Permen ini hadir untuk menyelesaikan masalah struktural tersebut dengan menyeragamkan mekanisme pengusulan, penetapan, dan pembinaan JF.
Poin Krusial yang Perlu Diketahui
-
Kedudukan JF dalam Struktur ASN:
- JF dirancang sebagai jabatan teknis/profesi spesifik (misalnya: auditor, dokter, perawat, analis kebijakan) yang berbeda dengan jabatan struktural (eselon).
- JF memiliki jenjang karier berbasis kompetensi dan kinerja, bukan senioritas, sesuai prinsip merit system.
-
Peran Instansi Pembina:
- Setiap rumpun JF (misal: kesehatan, pendidikan, teknis) wajib memiliki instansi pembina (contoh: Kemenkes untuk JF medis) yang bertugas menyusun standar kompetensi, menyelenggarakan diklat, dan melakukan evaluasi.
- Hal ini mempertegas amanat Keputusan Presiden No. 87/1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional yang sebelumnya belum diimplementasikan secara optimal.
-
Syarat Pengusulan JF Baru:
- Suatu JF baru hanya bisa diusulkan jika memenuhi kriteria:
- Bersifat spesifik dan teknis,
- Dibutuhkan secara nasional,
- Memiliki organisasi profesi yang diakui,
- Memiliki standar kompetensi jelas.
- Ini mencegah penciptaan JF "aspal" (asli tapi palsu) yang tidak relevan dengan kebutuhan negara.
- Suatu JF baru hanya bisa diusulkan jika memenuhi kriteria:
-
Penilaian Kinerja dan Kenaikan Jabatan:
- Penilaian kinerja JF mengacu pada PP No. 30 Tahun 2019, dengan penekanan pada capaian target individu dan kontribusi terhadap kinerja instansi.
- Kenaikan jenjang JF (misal: dari Ahli Pertama ke Ahli Muda) harus melalui uji kompetensi dan akumulasi angka kredit.
-
Jabatan Rangkap:
- PNS dalam JF dilarang merangkap jabatan struktural, kecuali dalam kondisi khusus yang diatur instansi pembina. Aturan ini bertujuan memfokuskan JF pada pengembangan keahlian teknis.
Implikasi Praktis dan Tantangan
-
Positif:
- Memperkuat akuntabilitas JF melalui sistem kompetensi dan penilaian yang terukur.
- Mendorong PNS untuk bersertifikasi profesi dan meningkatkan kapasitas teknis.
-
Tantangan:
- Koordinasi antarinstansi: Masih ada tumpang-tindih kewenangan antara KemenPANRB, BKN, LAN, dan instansi pembina.
- Pembiayaan: Pelaksanaan diklat dan uji kompetensi JF sering terkendala anggaran terbatas di daerah.
- Resistensi Birokrasi: Budaya "asal naik pangkat" tanpa peningkatan kompetensi masih dominan di beberapa instansi.
Perkembangan Terkait
- Permen PANRB No. 13/2019 saat ini tidak berlaku karena telah diubah dengan PermenPANRB No. 28 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PermenPANRB No. 13/2019. Perubahan ini menyempurnakan mekanisme pengusulan JF dan integrasi sistem informasi manajemen JF berbasis digital.
Rekomendasi:
- Bagi PNS dalam JF: Manfaatkan peluang diklat dan sertifikasi profesi untuk meningkatkan kompetensi.
- Bagi instansi: Lakukan pemetaan kebutuhan JF secara berkala dan sinkronkan dengan sistem e-kinerja.
Peraturan ini mencerminkan komitmen pemerintah menciptakan birokrasi yang agile dan berorientasi hasil. Namun, implementasinya perlu didukung sinergi semua pemangku kepentingan.