Analisis Hukum dan Konteks Historis Permen PANRB No. 2 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan
Latar Belakang Historis
- Penggantian Aturan Lama: Peraturan ini menggantikan Kepmen PAN No. 48/KEP/M.PAN/8/2002 yang telah berlaku selama 18 tahun. Perubahan ini didorong oleh dinamika sektor pengawasan farmasi dan makanan yang semakin kompleks, termasuk perkembangan teknologi, peningkatan risiko keamanan pangan dan obat, serta tuntutan transparansi dan akuntabilitas dalam birokrasi.
- Reformasi Birokrasi: Permen ini sejalan dengan agenda reformasi birokrasi Pemerintah Indonesia pasca-2015 untuk memperkuat kapasitas aparatur sipil negara (ASN) melalui penyesuaian struktur jabatan fungsional, sistem penilaian kinerja berbasis kompetensi, dan pengembangan karier yang lebih meritokratis.
Poin Krusial yang Perlu Diketahui
-
Penekanan pada Kompetensi:
- Permen ini memperkenalkan standar kompetensi yang lebih spesifik untuk Pengawas Farmasi dan Makanan, termasuk keterampilan teknis (seperti analisis risiko produk) dan non-teknis (seperti komunikasi publik). Hal ini menjawab kebutuhan pengawasan di era industri 4.0 dan perdagangan global.
- Kompetensi ini diselaraskan dengan Peraturan Menteri PANRB No. 13 Tahun 2019 tentang Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional PNS.
-
Klasifikasi Jabatan yang Lebih Rinci:
- Jabatan fungsional dibagi menjadi 4 kategori: Pengawas Farmasi dan Makanan Pertama, Muda, Madya, dan Utama, dengan jenjang angka kredit yang transparan. Ini mempermudah penilaian kinerja dan kenaikan pangkat.
- Dibandingkan aturan sebelumnya, klasifikasi ini memperhitungkan kebutuhan pengawasan di daerah terpencil, termasuk insentif bagi PNS yang bertugas di wilayah tersebut.
-
Keterkaitan dengan Badan POM:
- Peraturan ini memperkuat peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai instansi pembina jabatan fungsional ini. BPOM bertanggung jawab menyusun pedoman teknis, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi.
-
Penilaian Angka Kredit yang Dinamis:
- Sistem angka kredit tidak hanya mengacu pada kinerja individu, tetapi juga kontribusi terhadap peningkatan kualitas layanan publik di sektor kesehatan. Contoh: penemuan produk ilegal atau inovasi metode pengawasan diberi bobot tinggi.
-
Larangan Rangkap Jabatan:
- Pengawas Farmasi dan Makanan dilarang merangkap jabatan struktural atau fungsional lain untuk menghindari konflik kepentingan, terutama di sektor yang rentan korupsi seperti pengawasan produk farmasi.
Implikasi Strategis
- Perlindungan Konsumen: Peraturan ini menjadi instrumen hukum untuk memastikan produk farmasi dan makanan di Indonesia memenuhi standar keamanan, terutama menghadapi maraknya produk impor ilegal.
- Peningkatan Kualitas SDM Aparatur: Dengan standar kompetensi yang jelas, diharapkan terjadi peningkatan profesionalisme pengawas, yang berdampak pada efektivitas pengawasan dan penurunan kasus keracunan/pelanggaran produk.
- Harmonisasi dengan Regulasi Lain: Permen ini terkait erat dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 28 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Bidang Pengawasan Obat dan Makanan.
Catatan Kritis
- Tantangan Implementasi: Meski aturan sudah progresif, tantangan utama terletak pada kesiapan infrastruktur pelatihan dan anggaran untuk sertifikasi kompetensi, terutama di daerah terpencil.
- Peran Organisasi Profesi: Keberhasilan aturan ini bergantung pada sinergi dengan organisasi profesi seperti Ikatan Pengawas Farmasi dan Makanan Indonesia (IPFFI) dalam mengawal standar etik dan pengembangan kapasitas.
Rekomendasi: Pemerintah perlu mempercepat integrasi sistem informasi kepegawaian untuk memantau angka kredit dan distribusi SDM pengawas secara real-time, serta meningkatkan kolaborasi dengan akademisi/industri untuk pengembangan kurikulum pelatihan berbasis kasus aktual.