Analisis Peraturan Menteri PANRB No. 28 Tahun 2018 tentang Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat
Konteks Historis dan Politik
-
Reformasi Birokrasi dan Penguatan Desa
- Regulasi ini lahir dalam kerangka program Reformasi Birokrasi yang digalakkan Pemerintah Indonesia sejak era Presiden Joko Widodo, khususnya untuk meningkatkan kapasitas aparatur sipil negara (ASN) dalam mendukung pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat.
- Momentum ini sejalan dengan kebijakan Dana Desa (UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa) yang membutuhkan SDM terampil untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
-
Penataan Jabatan Fungsional
- Sebelum 2018, banyak jabatan fungsional di lingkungan ASN yang belum terstandarisasi. Permen PANRB No. 28/2018 menjawab kebutuhan untuk mengakomodasi peran spesifik dalam pemberdayaan masyarakat, yang sebelumnya mungkin tumpang tindih dengan tugas jabatan struktural atau kurang terdefinisi.
Tujuan Strategis
-
Institusionalisasi Peran Penggerak Swadaya Masyarakat
- Regulasi ini mengikat secara hukum posisi Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) sebagai jabatan fungsional, sehingga memastikan keberlanjutan program pemberdayaan komunitas di tingkat desa/kelurahan.
- PSM diharapkan menjadi focal point dalam mengoptimalkan program seperti PNPM Mandiri, Dana Desa, atau Program Keluarga Harapan (PKH).
-
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
- Dengan adanya jenjang karier (mulai dari Ahli Pertama hingga Ahli Utama) dan standar kompetensi, regulasi ini bertujuan meningkatkan profesionalisme ASN di bidang pemberdayaan masyarakat.
Keterkaitan dengan Regulasi Lain
-
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN
- Permen ini merupakan turunan dari UU ASN yang mengatur pengelolaan jabatan fungsional. PSM termasuk dalam kategori jabatan fungsional tertentu yang memerlukan keahlian khusus (Pasal 87 UU ASN).
-
Perpres No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
- Regulasi ini memperkuat skema pengembangan karir fungsional PSM sesuai dengan Perpres tersebut, termasuk mekanisme penilaian angka kredit dan pengembangan kompetensi.
Tantangan Implementasi
-
Kesiapan Infrastruktur Kelembagaan
- Tidak semua daerah memiliki sumber daya untuk merekrut atau melatih PSM sesuai standar Permen ini, terutama di wilayah terpencil.
- Risiko tumpang tindih tugas dengan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) atau pendamping desa lainnya perlu diantisipasi.
-
Dinamika Politik Lokal
- Posisi PSM rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis jika tidak ada pengawasan ketat dari pemerintah pusat.
Dampak terhadap Pembangunan
-
Positif:
- Meningkatkan akuntabilitas program pemberdayaan masyarakat melalui SDM yang tersertifikasi.
- Memperkuat sinergi antara pemerintah desa, masyarakat, dan lembaga donor/NGO.
-
Perlu Diwaspadai:
- Jika tidak diikuti alokasi anggaran yang memadai, jabatan ini berpotensi menjadi “proyek tambahan” tanpa dampak nyata.
Rekomendasi untuk Klien
- Bagi instansi pemerintah: Lakukan pemetaan kebutuhan PSM sesuai karakteristik daerah dan integrasikan dengan sistem perencanaan pembangunan (RPJMD/RPJMN).
- Bagi ASN: Manfaatkan peluang sertifikasi dan pelatihan teknis untuk meningkatkan angka kredit jabatan fungsional.
- Bagi masyarakat: Libatkan PSM dalam perencanaan partisipatif untuk memastikan program sesuai kebutuhan riil.
Catatan: Regulasi ini merupakan upaya progresif untuk memadukan reformasi birokrasi dengan pembangunan berbasis komunitas, tetapi keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen pemerintah daerah dan transparansi implementasi.