Sebagai ahli hukum yang berpengalaman, berikut analisis mendalam mengenai Permen PANRB No. 36 Tahun 2020 beserta konteks historis dan informasi pendukung yang relevan:
Konteks Historis & Politik
-
Evolusi Reformasi Birokrasi
Permen ini merupakan respons terhadap agenda nasional Reformasi Birokrasi 2020-2024 yang fokus pada peningkatan akuntabilitas pemerintahan daerah. Muncul sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menekankan pengawasan efektif untuk mencegah penyimpangan otonomi daerah. -
Pencabutan Permen PAN No. PER/15/M.PAN/9/2009
Permen sebelumnya dinilai sudah ketinggalan zaman karena:- Tidak mengakomodasi perkembangan sistem pengawasan berbasis risiko (risk-based supervision).
- Belum sejalan dengan PP No. 17 Tahun 2020 tentang perubahan manajemen ASN yang mengedepankan meritokrasi.
Inovasi Utama dalam Permen 36/2020
-
Klasifikasi Rumpun Jabatan Fungsional
- Mengintegrasikan jabatan pengawas ke dalam Rumpun Manajemen Pembangunan (sesuai Kepres No. 87/1999 yang diamandemen), menegaskan perannya sebagai garda depan pengawasan strategis, bukan sekadar administratif.
-
Sistem Karier Berbasis Kompetensi
- Menetapkan 4 Jenjang Jabatan (Ahli Pertama–Ahli Utama) dengan syarat kompetensi teknis seperti analisis kebijakan daerah dan evaluasi kinerja APBD.
- Memperkenalkan angka kredit untuk kegiatan pengawasan berbasis bukti (evidence-based auditing) dan inovasi pengawasan digital.
-
Integrasi dengan Sistem Elektronik
- Pengawasan wajib menggunakan platform digital (misal: SIMPELDA/BKD) untuk memastikan transparansi dan real-time reporting, selaras dengan Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Dampak Strategis
-
Pencegahan Korupsi Daerah
Dengan mekanisme pengawasan yang terstruktur, Permen ini menjadi senjata hukum untuk mengatasi kasus seperti penyalahgunaan dana desa atau markup proyek infrastruktur daerah. -
Sinergi dengan KPK & BPKP
Pengawas fungsional kini memiliki jalur koordinasi formal dengan lembaga antikorupsi, termasuk kewajiban melaporkan indikasi tindak pidana korupsi dalam waktu 1x24 jam (Pasal 23). -
Implikasi pada Pemda
Kepala daerah wajib memfasilitasi akses data keuangan dan program kerja, dengan sanksi administratif (peringatan tertulis hingga pembatalan kebijakan) jika menghambat pengawasan (Pasal 30).
Tantangan Implementasi
- Kesenjangan Kapasitas: Banyak PNS pengawas di daerah terpencil belum memenuhi standar kompetensi minimal (misal: kemampuan analisis data).
- Overlap Kewenangan: Potensi tumpang tindih dengan fungsi pengawasan DPRD dan Inspektorat Daerah perlu diantisipasi melalui MoU teknis.
Rekomendasi bagi Stakeholder
-
Bagi Pemerintah Pusat:
- Mempercepat sertifikasi kompetensi pengawas melalui kerja sama dengan perguruan tinggi.
- Mengalokasikan anggaran khusus untuk pelatihan teknologi pengawasan (e.g., data mining, GIS).
-
Bagi Pemda:
- Membentuk unit pendukung pengawasan di bawah Sekda untuk memastikan ketersediaan data terintegrasi.
Permen ini merepresentasikan upaya sistematis untuk menciptakan ekosistem pengawasan yang proaktif dan berbasis kinerja, sekaligus menjadi batu uji bagi konsistensi reformasi birokrasi di tingkat daerah. Keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen politik dan alokasi sumber daya yang memadai.