Analisis Peraturan Menteri PANRB Nomor 71 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional Tenaga Sanitasi Lingkungan
Konteks Historis dan Tujuan Strategis
-
Isu Sanitasi Lingkungan di Indonesia
Permen ini lahir sebagai respons atas tantangan sanitasi lingkungan yang masih menjadi masalah krusial di Indonesia, terutama di daerah perkotaan padat penduduk dan wilayah pedesaan terpencil. Data Bappenas (2021) mencatat, sekitar 20% rumah tangga belum memiliki akses ke sanitasi layak, berpotensi memicu masalah kesehatan seperti stunting, diare, dan penyakit berbasis lingkungan lainnya. -
Alignment dengan Agenda Global dan Nasional
- SDGs 2030: Secara khusus, regulasi ini mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-6 (akses air bersih dan sanitasi) dan ke-3 (kesehatan yang baik).
- RPJMN 2020–2024: Pemerintah menargetkan 100% akses sanitasi aman pada 2024, sehingga profesionalisasi tenaga sanitasi menjadi kebutuhan strategis.
-
Reformasi Birokrasi Sektor Kesehatan
Regulasi ini merupakan bagian dari upaya KemenPANRB memperkuat kapasitas ASN di sektor spesifik, sejalan dengan UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebelumnya, tenaga sanitasi seringkali ditempatkan dalam jabatan umum tanpa pengakuan kompetensi khusus.
Poin Krusial dalam Permen
-
Penegasan Jabatan Fungsional
- Tenaga Sanitasi Lingkungan (TSL) diakui sebagai jabatan fungsional khusus dengan jenjang karir (Ahli Pertama hingga Utama) dan angka kredit untuk kenaikan pangkat.
- Syarat kompetensi mencakup sertifikasi profesi dan pelatihan teknis berbasis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
-
Peran Strategis TSL
- TSL bertugas melakukan pengawasan, penyuluhan, dan evaluasi program sanitasi, termasuk pengelolaan limbah, air bersih, serta pencegahan penyakit berbasis lingkungan.
- Mereka menjadi ujung tombak dalam implementasi STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) dan program Gerakan Indonesia Bersih.
-
Integrasi dengan Kebijakan Lain
- Permen ini terkait erat dengan Perpres No. 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah serta Permenkes No. 3/2014 tentang Sanitasi Total.
Tantangan Implementasi
-
Kesenjangan Kapasitas Daerah
Tidak semua daerah memiliki anggaran dan fasilitas pelatihan memadai untuk memenuhi standar kompetensi TSL. Misalnya, di Papua dan NTT, jumlah tenaga sanitasi masih di bawah 50% kebutuhan ideal. -
Koordinasi Lintas Sektor
TSL harus berkolaborasi dengan dinas kesehatan, lingkungan hidup, dan PUPR, namun seringkali terjadi tumpang tindih kewenangan. -
Insentif dan Retensi
Meski ada jenjang karir, insentif finansial untuk TSL di daerah terpencil masih minim, berpotensi memicu migrasi ke sektor swasta.
Rekomendasi untuk Stakeholder
- Pemerintah Daerah: Alokasikan anggaran spesifik untuk pelatihan dan rekrutmen TSL.
- KemenPANRB & BKN: Sinkronisasi database ASN untuk memetakan distribusi TSL secara nasional.
- Lembaga Pendidikan: Kembangkan kurikulum D3/S1 Kesehatan Lingkungan yang terintegrasi dengan SKKNI.
Dampak Jangka Panjang: Jika diimplementasikan konsisten, Permen ini dapat meningkatkan indeks pembangunan sanitasi Indonesia (saat ini 55,3 menurut WHO) dan menekan biaya kesehatan akibat penyakit lingkungan hingga 30%.