Analisis Peraturan Menteri PANRB Nomor 83 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman
Konteks Historis dan Tujuan Regulasi
-
Reformasi Birokrasi dan Penataan SDM Aparatur
Regulasi ini lahir dalam kerangka Reformasi Birokrasi yang digencarkan pemerintah Indonesia untuk menciptakan aparatur yang profesional, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik. Kementerian PANRB secara konsisten menerbitkan regulasi jabatan fungsional guna memastikan standar kompetensi, kualifikasi, dan pengembangan karir yang jelas bagi pegawai negeri sipil (PNS) di bidang spesifik. -
Tantangan Urbanisasi dan Tata Ruang
Sebagai respons atas pertumbuhan urbanisasi yang masif di Indonesia, terutama di kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, diperlukan tenaga ahli yang mampu mengelola bangunan gedung dan kawasan permukiman secara berkelanjutan. Regulasi ini bertujuan mengatasi masalah seperti perencanaan kawasan kumuh, ketidakpatuhan terhadap standar bangunan, dan risiko bencana (banjir, gempa) akibat tata kelola yang buruk. -
Harmonisasi dengan Kebijakan Nasional
Regulasi ini selaras dengan RPJMN 2020–2024 yang menekankan pembangunan infrastruktur berkualitas dan permukiman layak huni. Selain itu, ia mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Poin Kunci yang Perlu Diketahui
-
Definisi dan Ruang Lingkup Jabatan
- Jabatan Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman merupakan jabatan fungsional kategori tertentu, hanya dapat diisi oleh PNS dengan latar belakang pendidikan teknis (misalnya arsitektur, teknik sipil, perencanaan wilayah) atau sertifikasi keahlian terkait.
- Tugas utama mencakup pengawasan, evaluasi, dan rekomendasi terkait tata kelola bangunan serta kawasan permukiman.
-
Kompetensi dan Sertifikasi
- Diatur standar kompetensi minimum yang meliputi aspek teknis (perencanaan, konstruksi), manajerial, dan pengetahuan hukum (seperti IMB, AMDAL).
- Pegawai wajib mengikuti sertifikasi profesi yang diakui oleh lembaga terkait (misalnya Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi/LPJK) untuk menjamin kualitas kerja.
-
Pengembangan Karir dan Penilaian Kinerja
- Jabatan ini memiliki jenjang karir dari Ahli Pertama hingga Ahli Utama, dengan syarat angka kredit dan pengalaman kerja yang terukur.
- Penilaian kinerja berbasis output konkret, seperti jumlah rekomendasi perbaikan tata kelola kawasan atau penanganan pelanggaran bangunan.
Tantangan Implementasi
-
Kesenjangan Kapasitas Daerah
Tidak semua pemerintah daerah memiliki sumber daya (SDM, anggaran) untuk merekrut atau melatih tenaga ahli sesuai standar Permen ini. Hal ini berpotensi menciptakan ketimpangan kualitas tata kelola antara daerah maju dan tertinggal. -
Koordinasi Lintas Sektor
Efektivitas jabatan ini sangat bergantung pada sinergi dengan instansi lain, seperti Kementerian PUPR, BAPPEDA, dan Dinas Lingkungan Hidup. Tanpa koordinasi kuat, tugas penata kelola bisa tumpang tindih atau tidak berdampak maksimal. -
Resistensi dari Stakeholder
Pemilik bangunan atau pengembang mungkin menolak rekomendasi penata kelola jika dianggap menghambat proyek mereka. Diperlukan mekanisme penegakan hukum yang jelas untuk memastikan kepatuhan.
Rekomendasi Strategis
- Pelatihan Berkelanjutan: Pemerintah perlu menyediakan program diklat teknis dan manajerial bagi penata kelola, termasuk kerja sama dengan universitas atau lembaga sertifikasi internasional.
- Penguatan Regulasi Pendukung: Perlu revisi peraturan daerah (perda) untuk mengintegrasikan peran jabatan fungsional ini dalam proses perizinan dan pengawasan bangunan.
- Insentif Finansial: Berikan tunjangan kinerja atau insentif khusus untuk menarik minat PNS kompeten mengisi jabatan ini, terutama di daerah terpencil.
Permen PANRB No. 83/2021 mencerminkan upaya sistematis pemerintah dalam membangun tata kelola infrastruktur yang berkelanjutan. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen politik, alokasi anggaran, dan kolaborasi antar-pemangku kepentingan.