Analisis Peraturan Menteri PANRB No. 9 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama
Konteks Historis
-
Penggantian Regulasi Lama (1999)
Peraturan ini mencabut Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmenkowasbangpan) No. 54/1999. Regulasi lama dianggap tidak lagi sesuai dengan:- UU ASN No. 5/2014 yang menekankan reformasi birokrasi berbasis merit system.
- Perkembangan kebutuhan fungsional Penyuluh Agama, terutama terkait profesionalisme, kompetensi, dan akuntabilitas kinerja.
- Tuntutan pengelolaan SDM aparatur yang lebih modern, termasuk sistem penilaian kinerja berbasis hasil (SAKIP).
-
Reformasi Birokrasi Nasional
Peraturan ini merupakan bagian dari agenda Kementerian PANRB untuk menyelaraskan jabatan fungsional dengan Perpres No. 116/2014 tentang Rumpun Jabatan Fungsional PNS. Tujuannya meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kualitas layanan publik, termasuk di sektor keagamaan.
Informasi Tambahan yang Krusial
-
Penyelarasan dengan UU ASN
- Penyuluh Agama sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) kini diatur dengan standar yang lebih ketat, termasuk:
- Kompetensi teknis (pengetahuan agama, metodologi penyuluhan) dan soft skills (komunikasi, manajemen konflik).
- Jenjang karier yang jelas dari Ahli Pertama hingga Ahli Utama, dengan syarat angka kredit (PAK) yang terukur.
- Penyuluh Agama sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) kini diatur dengan standar yang lebih ketat, termasuk:
-
Penekanan pada Peran Strategis
Penyuluh Agama tidak hanya bertugas memberikan bimbingan keagamaan, tetapi juga:- Pengembangan masyarakat (pencegahan radikalisme, moderasi beragama).
- Kolaborasi dengan pemangku kepentingan (Kementerian Agama, ormas keagamaan) untuk program pembangunan.
-
Larangan Rangkap Jabatan
Aturan ini mempertegas larangan merangkap jabatan struktural/fungsional lain untuk memastikan fokus dan independensi Penyuluh Agama dalam menjalankan tugas. -
Organisasi Profesi
Penyuluh Agama didorong bergabung dalam organisasi profesi (misalnya, Asosiasi Penyuluh Agama) untuk pengembangan kapasitas, sertifikasi, dan pertukaran pengetahuan. -
Transisi dari Regulasi 1999
- Penyuluh Agama yang diangkat sebelum 2021 harus menyesuaikan dengan ketentuan baru, termasuk penilaian ulang kompetensi dan penjenjangan.
- Ketentuan peralihan menjamin kepastian hukum selama masa transisi.
Dampak Sosial-Politik
-
Respons terhadap Tantangan Kontemporer
Regulasi ini merefleksikan upaya pemerintah mengatasi isu aktual seperti:- Peningkatan intoleransi melalui pendekatan penyuluhan yang inklusif.
- Digitalisasi layanan (misalnya, penyuluhan virtual) yang diamanatkan dalam penilaian kinerja.
-
Penguatan Peran Agama dalam Pembangunan
Penyuluh Agama diformalkan sebagai aktor kunci dalam SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan.
Catatan Kritis
- Tantangan Implementasi: Perlu sinergi kuat antara Kementerian PANRB, Kementerian Agama, dan pemerintah daerah untuk memastikan keseragaman standar dan alokasi anggaran.
- Potensi Konflik: Larangan rangkap jabatan mungkin menimbulkan resistensi dari Penyuluh Agama yang sebelumnya terlibat dalam peran ganda (misalnya, sebagai pengajar atau aktivis).
Peraturan ini menandai era baru pengelolaan Penyuluh Agama yang lebih profesional, responsif, dan berorientasi pada hasil, sejalan dengan visi reformasi birokrasi Indonesia.