Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2022 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Status: Berlaku

Ringkasan Peraturan

Generated by Meridian AI

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2022 mengatur dekonsentrasi kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) dan tugas pembantuan berdasarkan asas efisiensi tanpa beban biaya tambahan bagi daerah. Dekonsentrasi GWPP meliputi pembinaan/pengawasan teknis terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan pelaksanaan tugas GWPP, ditetapkan melalui Peraturan Menteri. Tugas Pembantuan Pusat (dari Pemerintah Pusat ke daerah provinsi/kabupaten) dan Tugas Pembantuan Provinsi (dari Pemerintah Daerah Provinsi ke kabupaten/kota) harus memenuhi kriteria efisiensi, kesiapan sarana/prasarana/personel, serta bukan kewenangan daerah atau pembinaan/pengawasan sebagaimana Pasal 4. Pendanaan diberikan dari APBN untuk dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pusat, serta APBD untuk Tugas Pembantuan Provinsi. Laporan dilaksanakan melalui sistem elektronik terintegrasi dengan pertanggungjawaban ke Presiden. Peraturan ini menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Analisis PP No. 19 Tahun 2022 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Konteks Historis

  1. Latar Belakang Reformasi Desentralisasi
    PP ini merupakan respons terhadap dinamika hubungan pusat-daerah pasca-Reformasi 1998, yang mengubah paradigma sentralistik Orde Baru menjadi otonomi daerah melalui UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999. Namun, dalam perkembangannya, muncul kebutuhan untuk memperkuat koordinasi pusat-daerah, terutama melalui instrumen dekonsentrasi (pelimpahan wewenang pusat ke gubernur sebagai wakil pemerintah) dan tugas pembantuan (penugasan pusat ke daerah dengan pendanaan APBN).

  2. Revisi UU Pemerintahan Daerah dan Omnibus Law Cipta Kerja
    PP No. 19/2022 merupakan turunan dari UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang diubah oleh UU Cipta Kerja No. 11/2020. Omnibus Law ini mendorong efisiensi birokrasi dan investasi, sehingga PP ini menyesuaikan mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan agar selaras dengan prinsip penyederhanaan regulasi.

  3. Pencabutan PP No. 7 Tahun 2008
    PP sebelumnya (No. 7/2008) dinilai tidak lagi sesuai dengan perkembangan kebutuhan, terutama terkait kompleksitas pendanaan, tumpang-tindih kewenangan, dan kebutuhan untuk memperjelas peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP).


Informasi Tambahan yang Kritis

  1. Filosofi "GWPP" dalam Desentralisasi
    Konsep Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (Pasal 2 PP) mencerminkan dualisme peran gubernur: di satu sisi sebagai kepala daerah otonom, di sisi lain sebagai perpanjangan tangan pusat. Ini adalah upaya untuk mengatasi dikotomi otonomi vs. sentralisasi, terutama di sektor strategis (e.g., infrastruktur, keamanan).

  2. Kriteria Ketat untuk Mencegah Pembebanan Daerah
    PP ini secara eksplisit melarang penggunaan biaya pendamping dari daerah dalam dekonsentrasi dan tugas pembantuan (Pasal 5 dan 9). Ini adalah langkah antisipatif untuk mencegah praktik masa lalu, di mana daerah kerap terbebani oleh tugas pusat yang tidak dianggarkan dalam APBD.

3 Penekanan pada Efisiensi dan Spesialisasi
Syarat "lebih efektif dan efisien dilaksanakan oleh GWPP/daerah" (Pasal 5 dan 9) menunjukkan pendekatan berbasis kinerja. Misalnya, proyek strategis nasional di daerah terpencil mungkin lebih tepat dilaksanakan via dekonsentrasi untuk menghindari lambatnya kapasitas teknis daerah.

  1. Dana Dekonsentrasi vs. Tugas Pembantuan

    • Dekonsentrasi: Dana bersumber dari APBN melalui Dana Dekonsentrasi, yang dikelola langsung oleh GWPP (bukan APBD). Ini digunakan untuk urusan yang sifatnya nasional tetapi memerlukan pelaksanaan lokal (e.g., program kemiskinan berskala nasional).
    • Tugas Pembantuan: APBN dialokasikan ke daerah via mekanisme transfer khusus, tetapi tanggung jawab akhir tetap pada pusat. Contoh: penanganan bencana lintas provinsi yang memerlukan koordinasi cepat.
  2. Pembatasan Urusan Pemerintahan Konkuren
    PP ini melarang penggunaan dekonsentrasi/tugas pembantuan untuk urusan konkuren yang sudah menjadi kewenangan daerah (Pasal 9 ayat 2 huruf g). Ini untuk mencegah tumpang-tindih kewenangan yang berpotensi memicu sengketa pusat-daerah.


Implikasi Strategis

  1. Pemangkasan Birokrasi
    Dengan memastikan pendanaan sepenuhnya dari APBN/APBD, PP ini mengurangi risiko unfunded mandate yang kerap menjadi keluhan daerah.

  2. Optimalisasi Peran Gubernur
    GWPP diberi legitimasi kuat untuk menjalankan program prioritas pusat, seperti percepatan proyek strategis atau penanganan krisis (e.g., pandemi, bencana alam).

  3. Potensi Tantangan

    • Kriteria "efektif dan efisien" bersifat subjektif dan berpotensi menimbulkan polemik pemilihan proyek.
    • Pengawasan oleh Kementerian Dalam Negeri (Pasal 17) perlu transparan untuk mencegah sentralisasi berlebihan.

Rekomendasi untuk Klien

  • Bagi Pemerintah Daerah: Pastikan kesiapan SDM dan infrastruktur sebelum mengajukan penugasan dari pusat.
  • Bagi Pelaku Usaha: Manfaatkan skema dekonsentrasi untuk proyek yang memerlukan koordinasi lintas sektor (e.g., perizinan terintegrasi).
  • Bagi Masyarakat Sipil: Awasi alokasi dana dekonsentrasi agar tidak digunakan untuk kepentingan politis semata.

PP No. 19/2022 mencerminkan evolusi kebijakan desentralisasi Indonesia yang semakin matang, meski implementasinya perlu diuji dalam dinamika politik pusat-daerah.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

PP ini mengatur mengenai: 1) penyelenggaraan Dekonsentrasi kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP); 2) penyelenggaraan Tugas Pembantuan; 3) pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; dan 4) pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Penyelenggaraan Dekonsentrasi kepada GWPP harus memenuhi ketentuan: 1) lebih efektif dan efisien dilaksanakan oleh GWPP; 2) daerah memiliki pelaksana yang lingkup tugas dan fungsinya sama dengan Urusan Pemerintahan yang didekonsentrasikan; 3) daerah memiliki sarana dan prasarana serta personel untuk menyelenggarakan dekonsentrasi; dan 4) tidak memerlukan biaya pendamping dari daerah. Sedangkan penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pusat harus memenuhi ketentuan: 1) lebih efektif dan efisien dilaksanakan oleh daerah provinsi dan/atau daerah kebupaten/kota; 2) daerah memiliki perangkat daerah yang lingkup tugas dan fungsinya sama dengan Urusan Pemerintahan yang ditugaspembantuankan; 3) daerah provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota memiliki sarana dan prasarana serta personel untuk menyelenggarakan Tugas Pembantuan; 4) tidak memerlukan biaya pendamping dari daerah; 5) memperhatikan karakteristik daerah; 6) bukan merupakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 PP ini; dan 7) bukan Urusan Pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah.

Metadata

TentangDekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor19
BentukPeraturan Pemerintah (PP)
Bentuk SingkatPP
Tahun2022
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan9 Mei 2022
Tanggal Pengundangan9 Mei 2022
Tanggal Berlaku9 Mei 2022
SumberLN.2022/No.122, TLN No.6794, jdih.setneg.go.id: 17 hlm.
SubjekOTONOMI DAERAH DAN PEMERINTAH DAERAH - PELIMPAHAN KEWENANGAN/PENUGASAN PEJABAT NEGARA/PENUGASAN BUMN
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Mencabut

  1. PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen

AI Khusus Hukum.
Akurat, Mendetil, dan Gratis!
Lebih akurat dari ChatGPT.
Tidak terdeteksi AI detector
seperti ChatGPT.
MERIDIAN AI
Coba Sekarang