Analisis Terhadap PP No. 64 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif PNBP di Kementerian Kesehatan
1. Konteks Historis dan Latar Belakang
PP No. 64 Tahun 2019 diterbitkan sebagai implementasi dari Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Regulasi ini mengatur jenis dan tarif PNBP di Kementerian Kesehatan untuk memastikan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Latar belakangnya adalah perlunya penyesuaian tarif dan jenis PNBP seiring perkembangan layanan kesehatan, inovasi teknologi medis, serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
2. Tujuan Utama
- Optimalisasi pendapatan negara dari sektor non-pajak di bidang kesehatan, seperti layanan laboratorium, registrasi obat, dan sertifikasi alat kesehatan.
- Menghindari praktik pungutan liar dengan menetapkan tarif resmi yang jelas dan terukur.
- Mendorong kemandirian pembiayaan kesehatan melalui PNBP, sekaligus menjaga aksesibilitas layanan kesehatan bagi masyarakat.
3. Keterkaitan dengan Regulasi Lain
- UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: PP ini menjabarkan teknis pengelolaan PNBP sebagai bagian dari penyelenggaraan sistem kesehatan nasional.
- UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit: Tarif PNBP untuk layanan rumah sakit pemerintah disinkronkan dengan standar pelayanan yang diatur dalam UU ini.
- PP No. 45 Tahun 2014 (sebelumnya): PP No. 64/2019 merevisi dan memperbarui tarif serta jenis PNBP yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan aktual.
4. Poin Krusial yang Perlu Diketahui
- Jenis PNBP Baru: Misalnya, tarif untuk layanan telemedicine dan pemeriksaan genomik yang sebelumnya belum diatur.
- Penyesuaian Tarif: Contohnya, kenaikan tarif uji klinis obat dan alat kesehatan untuk menutup biaya operasional yang meningkat.
- Kewenangan Kemenkes: PP ini mempertegas kewenangan Kementerian Kesehatan dalam menetapkan kebijakan teknis PNBP, termasuk sanksi administratif bagi pelanggar.
5. Dampak pada Stakeholder
- Industri Farmasi dan Alat Kesehatan: Perlu adaptasi terhadap tarif registrasi produk yang lebih tinggi, tetapi diimbangi dengan penyederhanaan prosedur.
- Rumah Sakit dan Laboratorium Pemerintah: Penerimaan PNBP dapat dialokasikan untuk peningkatan infrastruktur, namun berpotensi menaikkan biaya layanan jika tidak dikelola hati-hati.
- Masyarakat: Ada risiko kenaikan biaya untuk layanan tertentu, tetapi di sisi lain, PNBP yang terkumpul diharapkan meningkatkan kualitas layanan kesehatan nasional.
6. Kontroversi dan Tantangan
- Resistensi dari Pelaku Usaha: Kenaikan tarif PNBP dianggap membebani industri, terutama UMKM di sektor kesehatan.
- Potensi Dualisme Tarif: Perlu koordinasi ketat antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghindari tumpang tindih kebijakan.
7. Implikasi Hukum bagi Klien
Sebagai advokat, penting untuk memastikan klien (baik institusi kesehatan maupun pelaku usaha) memahami:
- Kewajiban membayar PNBP sesuai tarif resmi untuk menghindari sanksi pidana/administratif (Pasal 14 PP ini).
- Hak untuk mengajukan keberatan atas penetapan tarif melalui mekanisme yang diatur dalam Permenkkes terkait.
Kesimpulan
PP No. 64/2019 mencerminkan upaya pemerintah untuk menyeimbangkan antara optimalisasi pendapatan negara dan keberlanjutan layanan kesehatan. Pemahaman mendalam terhadap regulasi ini esensial bagi klien agar dapat beradaptasi secara proaktif dengan dinamika hukum di sektor kesehatan.