Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Status: Tidak Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Analisis Mendalam Terhadap UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Konteks Historis

  1. Penggantian Regulasi Kolonial
    UU ini menggantikan Pegrims Ordonnantie 1922 (Warisan Belanda) yang dinilai tidak lagi relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia merdeka. Ordonansi kolonial bersifat restriktif dan tidak mengakomodasi prinsip keadilan serta kepentingan nasional.

  2. Era Reformasi dan Tuntutan Transparansi
    Ditetapkan pada 1999 (pasca-Jatuhnya Orde Baru), UU ini menjadi respons atas tuntutan reformasi di sektor publik, termasuk pengelolaan haji yang kerap dikritik karena korupsi, antrean panjang, dan ketidakjelasan alokasi dana jemaah.

  3. Peningkatan Jumlah Jamaah Haji
    Pada dekade 1990-an, terjadi lonjakan signifikan peminat haji (rata-rata 200.000 jemaah/tahun). UU ini hadir untuk menstandarkan sistem kuota, distribusi, dan layanan guna menghindari praktik "calo" atau pungli.


Inovasi Hukum dalam UU No. 17/1999

  1. Asas Nirlaba dalam BPIH
    Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) diatur sebagai dana abadi (endowment fund) yang dikelola secara transparan. Namun, dalam praktiknya, akumulasi dana haji (yang mencapai triliunan rupiah) memicu polemik hingga revisi UU pada 2019.

  2. Pengakuan Haji Khusus
    Pasal 29-30 mengakomodasi layanan haji khusus melalui travel agency swasta. Ini menjadi pintu masuk komersialisasi haji, tetapi juga kritik atas kesenjangan akses antara jemaah reguler dan VIP.

  3. Integrasi Lintas Sektor
    UU ini mengikat kewajiban koordinasi antara Kementerian Agama, Imigrasi, Kesehatan, dan Transportasi. Contoh: Kewajiban vaksin meningitis (Pasal 13) dan pengaturan kuota penerbangan (Pasal 18).

  4. Sanksi Pidana untuk Pelanggaran
    Pasal 44-47 menjerat pelaku penyalahgunaan wewenang (misal: pemalsuan dokumen atau manipulasi kuota) dengan hukuman penjara hingga 5 tahun. Namun, penegakannya kerap lemah akibat kompleksitas birokrasi.


Tantangan Implementasi

  1. Antrean Haji 10-20 Tahun
    Meski UU menjamin hak warga, ketidakseimbangan antara kuota Saudi (sekitar 221.000/tahun) dan peminat (2-3 juta) menciptakan antrean ekstrem. Hal ini memicu inisiatif "haji plus" yang lebih mahal namun kontroversial.

  2. Kerentanan Dana Haji
    Sebelum revisi 2019, dana haji kerap dipakai untuk investasi berisiko (seperti pembelian saham) yang berpotensi merugikan jemaah. UU No. 17/1999 tidak secara detail mengatur perlindungan investasi ini.

  3. Overkapasitas dan Krisis Layanan
    Insiden seperti jemaah terdampar di Arab Saudi, akomodasi tidak layak, atau kematian akibat penyakit menjadi sorotan. UU ini belum cukup mengatur mitigasi krisis multidimensi di luar negeri.


Perkembangan Hukum Terkini

UU No. 17/1999 dicabut dan digantikan UU No. 8 Tahun 2019 yang menekankan:

  • Digitalisasi pendaftaran dan transparansi BPIH.
  • Perlindungan hukum jemaah sebagai consumer.
  • Penguatan peran Komisi Pengawas Haji.

Rekomendasi Strategis

  1. Audit Reguler terhadap penggunaan BPIH untuk mencegah politisasi.
  2. Sosialisasi Hak Jemaah melalui kanal resmi (e.g., aplikasi digital) untuk mengurangi ketergantungan pada calo.
  3. Diplomasi Kuota dengan Pemerintah Arab Saudi guna menambah kuota tahunan Indonesia.

UU No. 17/1999 merupakan landasan historis, tetapi dinamika kontemporer mengharuskan pembaruan sistemik agar esensi "kemampuan" (istitha'ah) dalam ibadah haji benar-benar terwujud secara inklusif.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

Dalam UU ini diatur mengenai hak warga negara yang beragama Islam untuk menunaikan ibadah haji dan kewajiban pemerintah melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilitas, kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang diperlukan oleh setiap warga negara yang menunaikan ibadah haji. Pokok pengaturan dalam UU ini yaitu asas dan tujuan haji; pengorganisasian; biaya penyelenggaraan ibadah haji; pendaftaran; pembinaan; kesehatan; keimigrasian; transportasi; dan barang bawaan. Selain itu juga diatur mengenai akomodasi; penyelenggaraan ibadah haji khusus; penyelenggaraan ibadah umrah; dan ketentuan pidana.

Metadata

TentangPenyelenggaraan Ibadah Haji
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor17
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun1999
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan3 Mei 1999
Tanggal Pengundangan3 Mei 1999
Tanggal Berlaku3 Mei 1999
SumberLN. 1999/ No. 53, TLN NO. 3832, LL SETNEG : 12 HLM
SubjekKEAGAMAAN, IBADAH, DAN PENYELENGGARAAN HAJI
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Dicabut Dengan

  1. UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen