Analisis UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan
1. Konteks Historis dan Politik
- Transisi ke Orde Baru: UU ini lahir di awal pemerintahan Presiden Soeharto (1967), menandai pergeseran dari kebijakan Sukarno yang berfokus pada politik nasionalis-revolusioner ke prioritas pembangunan ekonomi dan stabilitas politik.
- Krisis Ekonomi: Indonesia saat itu menghadapi hiperinflasi, utang luar negeri, dan kemiskinan. Eksploitasi sumber daya alam, termasuk hutan, dianggap sebagai solusi untuk pemulihan ekonomi.
2. Tujuan Ekonomi dan Pembangunan
- Sumber Devisa: Hutan dipandang sebagai aset strategis untuk menghasilkan devisa melalui ekspor kayu, terutama dari spesies seperti jati dan meranti.
- Investasi Asing: UU ini sejalan dengan UU Penanaman Modal Asing No. 1 Tahun 1967, membuka pintu bagi perusahaan asing (misalnya dari Jepang dan AS) untuk mengelola hutan melalui sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
3. Sentralisasi Kekuasaan
- Dominasi Pemerintah Pusat: UU ini mengonsolidasi kontrol pemerintah pusat atas pengelolaan hutan, mengurangi peran pemerintah daerah dan masyarakat adat yang sebelumnya memiliki hak ulayat.
- Legalisasi Eksploitasi: Kewenangan penetapan status kawasan hutan dan pemberian HPH sepenuhnya di tangan Menteri Pertanian (kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), memfasilitasi ekspansi industri kehutanan skala besar.
4. Dampak Sosial dan Lingkungan
- Deforestasi Massif: Kebijakan ini memicu deforestasi besar-besaran, terutama di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Data FAO mencatat hilangnya 1,2 juta hektar hutan per tahun pada era 1980-an.
- Konflik Agraria: Masyarakat adat dan lokal seringkali tersingkir dari tanah leluhur tanpa kompensasi, memicu protes dan ketegangan sosial.
5. Perkembangan Hukum Terkini
- Pencabutan oleh UU No. 41 Tahun 1999: UU ini dicabut karena dianggap tidak lagi sesuai dengan prinsip kelestarian lingkungan dan keadilan sosial. UU No. 41/1999 mengakui hak masyarakat adat serta menekankan fungsi ekologis hutan.
- Reformasi Kebijakan: Meski sudah tidak berlaku, UU No. 5/1967 menjadi fondasi rezim kehutanan Orde Baru yang berpengaruh hingga era reformasi, termasuk dalam kasus-kasus sengketa lahan dan tata kelola hutan yang berkelanjutan.
6. Kritik dan Warisan
- Paradigma Eksploitatif: UU ini merefleksikan paradigma pembangunan yang mengorbankan lingkungan dan hak masyarakat demi pertumbuhan ekonomi.
- Dasar Hukum Korupsi Sumber Daya: Sistem HPH kerap disalahgunakan untuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh pejabat dan pengusaha.
Kesimpulan: UU No. 5/1967 adalah produk zaman yang mencerminkan kebutuhan pemulihan ekonomi pasca-krisis, namun mengabaikan aspek keberlanjutan dan keadilan. Pembelajaran dari UU ini menjadi dasar reformasi kebijakan kehutanan Indonesia modern.