Berikut analisis mendalam mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) beserta konteks historis dan informasi tambahan yang relevan:
Konteks Historis
-
Penggantian Hukum Kolonial
KUHAP menggantikan Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dan Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (RIB) peninggalan Belanda yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip negara hukum modern dan HAM. HIR/RIB dinilai terlalu represif, berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang, dan tidak menjamin hak tersangka/terdakwa. -
Reformasi Hukum Era Orde Baru
Pembentukan KUHAP merupakan bagian dari agenda unifikasi hukum nasional di bawah pemerintahan Soeharto. Proses penyusunannya melibatkan akademisi, praktisi hukum, dan lembaga internasional (seperti PBB), dengan tujuan menciptakan sistem peradilan pidana yang terpadu, adil, dan transparan.
Inovasi Penting dalam KUHAP
-
Perlindungan Hak Asasi Manusia
- Praduga tak bersalah (Pasal 8) sebagai prinsip utama.
- Batasan waktu penahanan (Pasal 24) dan hak mendapatkan bantuan hukum (Pasal 54).
- Pengaturan praperadilan (Pasal 77-83) untuk menguji sahnya penangkapan/penahanan.
-
Struktur Proses Peradilan yang Terintegrasi
- Memisahkan secara tegas kewenangan penyidik (polisi), penuntut umum (kejaksaan), dan hakim untuk mencegah abuse of power.
-
Penguatan Peran Hakim
Hakim diberi kewenangan menguji alat bukti secara aktif (Pasal 183) dan memutus berdasarkan keyakinan hati nurani (convictio in anima).
Kontroversi & Uji Materi
KUHAP telah beberapa kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK), antara lain:
- Putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010: Menghapus frasa "perbuatan tercela" dalam Pasal 335 tentang pengaduan pencurian ringan, karena dinilai multitafsir.
- Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013: Memperkuat hak tersangka untuk didampingi penasihat hukum sejak tahap penyidikan.
Tantangan Implementasi
-
Penahanan Pra-Persidangan
Pasal 24 kerap disalahgunakan untuk memperpanjang penahanan tanpa alasan kuat, terutama dalam kasus korupsi dan narkotika. -
Keterbatasan Akses Bantuan Hukum
Di daerah terpencil, banyak tersangka tidak mendapatkan pendampingan advokat karena minimnya infrastruktur hukum. -
Politik Hukum
KUHAP belum sepenuhnya diharmonisasikan dengan UU lain (misalnya UU TPPU dan UU ITE), menimbulkan tumpang tindih kewenangan.
Relevansi KUHAP Saat Ini
Meski berusia 43 tahun, KUHAP tetap menjadi legislasi induk hukum acara pidana di Indonesia. Beberapa pasalnya menjadi rujukan dalam pembentukan undang-undang spesifik seperti:
- UU Tindak Pidana Korupsi (Pasal 184 tentang alat bukti).
- UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Pasal 28 tentang penyadapan).
Rekomendasi Strategis
- Amandemen KUHAP untuk mengakomodir perkembangan kejahatan siber (cybercrime) dan kejahatan transnasional.
- Sosialisasi Intensif kepada aparat penegak hukum guna meminimalisir pelanggaran prosedur.
Sebagai advokat, pemahaman holistik terhadap KUHAP sangat krusial untuk membangun strategi litigasi yang efektif, baik dalam fase penyidikan, penuntutan, maupun persidangan.