Analisis Permen PANRB No. 35 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Perawat
Konteks Historis
Peraturan ini diterbitkan sebagai respons terhadap kebutuhan reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Sebelumnya, pengaturan jabatan fungsional perawat diatur dalam Permenpan RB No. 40 Tahun 2012, yang dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan dinamika pelayanan kesehatan dan tuntutan profesionalisme perawat. Permen PANRB No. 35/2019 hadir untuk memperkuat kerangka regulasi yang lebih adaptif, khususnya dalam menyelaraskan peran perawat dengan standar global dan kebutuhan sistem kesehatan nasional.
Poin Penting yang Perlu Diketahui
-
Penegasan Standar Kompetensi
Peraturan ini menekankan sertifikasi kompetensi sebagai syarat utama untuk kenaikan jenjang jabatan fungsional perawat. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan yang mewajibkan perawat memiliki kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. -
Struktur Karir yang Lebih Terukur
Permen ini memperkenalkan 4 (empat) jenjang jabatan fungsional perawat:- Perawat Pelaksana (Pertama hingga Madya)
- Perawat Penyelia
- Perawat Pendidik
- Perawat Peneliti
Setiap jenjang memerlukan angka kredit dari unsur pendidikan, pelatihan, pengabdian masyarakat, dan penugasan khusus.
-
Integrasi dengan Sistem Kinerja ASN
Peraturan ini mengikat karir perawat dengan Sistem Merit ASN (PP No. 11 Tahun 2017), di mana promosi dan tunjangan jabatan bergantung pada evaluasi kinerja berbasis pencapaian target dan kompetensi. -
Dampak pada Layanan Kesehatan
Dengan penjenjangan yang jelas, perawat didorong untuk meningkatkan kapasitas teknis (misalnya, spesialisasi ICU, geriatri, atau manajemen keperawatan). Ini menjadi krusial dalam konteks Universal Health Coverage (UHC) dan pencegahan malpraktik.
Tantangan Implementasi
- Ketimpangan Geografis: Perawat di daerah terpencil sering kesulitan memenuhi syarat pelatihan atau akreditasi karena keterbatasan akses.
- Beban Administratif: Pengumpulan angka kredit dan sertifikasi bisa menjadi beban tambahan bagi perawat yang sudah bekerja dengan jam layanan panjang.
- Resistensi Birokrasi: Tidak semua instansi kesehatan memiliki infrastruktur SDM yang memadai untuk mengadopsi sistem penjenjangan ini.
Keterkaitan dengan Regulasi Lain
- PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PNS: Mengatur sistem penilaian kinerja ASN yang menjadi dasar promosi jabatan fungsional.
- Permenkes No. 16 Tahun 2018 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan: Mengharuskan perawat memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) yang berlaku.
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024: Memprioritaskan peningkatan kualitas tenaga kesehatan untuk mendukung transformasi sistem kesehatan.
Catatan Kritis
Permen PANRB No. 35/2019 adalah upaya progresif untuk memprofesionalkan perawat, tetapi efektivitasnya sangat bergantung pada dukungan anggaran, pelatihan berkelanjutan, dan komitmen pemerintah daerah. Tanpa ini, regulasi berisiko menjadi "macet" di tingkat implementasi.
Semoga analisis ini memberikan perspektif komprehensif untuk memahami konteks dan implikasi Permen PANRB No. 35/2019.