Analisis Hukum Terhadap Permen PANRB No. 88 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Penata Penanggulangan Bencana
Konteks Historis dan Latar Belakang
-
Peningkatan Risiko Bencana di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan risiko bencana tinggi (gempa, tsunami, gunung berapi, banjir, dll.). Data BNPB (2020) menunjukkan rata-rata 2.500-3.000 bencana terjadi per tahun. Permen ini lahir sebagai respons untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dan SDM di bidang penanggulangan bencana, sejalan dengan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan pembentukan BNPB pada 2008. -
Reformasi Birokrasi dan Profesionalisme ASN
Permen ini merupakan bagian dari agenda Kementerian PANRB untuk mereformasi birokrasi dengan menciptakan jabatan fungsional yang spesifik. Sebelumnya, tugas penanggulangan bencana seringkali dijalankan oleh jabatan umum tanpa standar kompetensi jelas, sehingga perlu pengaturan khusus untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja. -
Dasar Hukum yang Melandasi
Permen ini merujuk pada UU ASN No. 5 Tahun 2014 dan PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang menekankan pentingnya pengembangan karier berbasis kompetensi. Selain itu, Keputusan Presiden No. 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional menjadi acuan klasifikasi jabatan ini ke dalam rumpun tertentu.
Informasi Tambahan yang Krusial
-
Klasifikasi dan Jenjang Jabatan
- Jabatan Penata Penanggulangan Bencana dikategorikan sebagai Jabatan Fungsional Tertentu (JFT), yang berarti hanya dapat diisi oleh PNS dengan kompetensi teknis spesifik.
- Terdiri dari 4 jenjang: Penata Muda, Penata Muda Tingkat I, Penata, dan Penata Tingkat I. Setiap jenjang memiliki angka kredit, tugas, dan tanggung jawab yang terukur.
-
Kompetensi yang Diatur
Permen ini menetapkan 3 jenis kompetensi:- Kompetensi Teknis: Kemampuan analisis risiko bencana, manajemen tanggap darurat, dan pemulihan pascabencana.
- Kompetensi Manajerial: Pengelolaan logistik, koordinasi lintas sektor, dan penyusunan rencana kontinjensi.
- Kompetensi Sosio-Kultural: Komunikasi dengan masyarakat rentan bencana dan pemahaman kearifan lokal.
-
Peran Organisasi Profesi
Pasal 24 Permen ini mengamanatkan pembentukan organisasi profesi (misalnya Asosiasi Penata Penanggulangan Bencana) untuk menjaga standar etik, memberikan sertifikasi, dan mendukung pengembangan kapasitas anggota.
Implikasi dan Tantangan Implementasi
-
Penilaian Kinerja Berbasis Angka Kredit
PNS dalam jabatan ini wajib memenuhi angka kredit melalui unsur utama (tugas pokok), unsur penunjang (pelatihan/publikasi), dan unsur lain (penghargaan). Tantangannya adalah memastikan objektivitas penilaian dan ketersediaan fasilitas pengembangan kompetensi. -
Kebutuhan SDM di Daerah Rawan Bencana
Permen ini mewajibkan instansi pemerintah (pusat/daerah) menyusun kebutuhan PNS untuk jabatan ini. Namun, disparitas kapasitas keuangan dan infrastruktur antar-daerah bisa menghambat distribusi SDM kompeten. -
Status "Tidak Berlaku"
Data BPK menunjukkan Permen ini telah dicabut/diubah (status "Tidak Berlaku"). Pengguna perlu memverifikasi peraturan terbaru (misalnya Permen PANRB No. 15 Tahun 2023) yang mungkin merevisi klasifikasi jabatan atau kompetensi.
Rekomendasi Strategis
-
Sinergi dengan Badan Nasional/Daerah Penanggulangan Bencana
Integrasi jabatan ini ke dalam struktur BNPB/BPBD diperlukan untuk memastikan koordinasi efektif dalam pencegahan dan penanganan bencana. -
Pelatihan Berkelanjutan
Kementerian PANRB bersama BKN dan BNPB perlu menyediakan program diklat teknis berbasis simulasi bencana aktual untuk meningkatkan kesiapan SDM. -
Evaluasi Periodik
Perlu mekanisme evaluasi 3-5 tahun untuk menyesuaikan klasifikasi jabatan dengan dinamika ancaman bencana (misalnya penambahan kategori bencana non-alam seperti pandemi).
Catatan: Meski Permen ini telah tidak berlaku, kerangka konseptualnya tetap relevan sebagai referensi kebijakan penguatan SDM penanggulangan bencana di Indonesia.