Analisis Permendagri No. 21 Tahun 2020 tentang Perubahan Tarif Air Minum
Konteks Historis
-
Latar Belakang Permendagri No. 71/2016:
Permendagri No. 71/2016 dirancang untuk menstandarkan formula perhitungan tarif air minum oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) guna memastikan keberlanjutan operasional dan investasi infrastruktur. Namun, implementasinya menghadapi kendala seperti disparitas kapasitas keuangan PDAM antardaerah, ketidakseimbangan antara biaya produksi dan kemampuan bayar masyarakat, serta kompleksitas struktur biaya yang tidak selalu terakomodasi. -
Pemicu Perubahan (2020):
- Tekanan Ekonomi Regional: Banyak PDAM di daerah kecil kesulitan menyesuaikan tarif dengan inflasi dan biaya operasional yang meningkat.
- Kebutuhan Transparansi: Adanya keluhan masyarakat tentang kurangnya kejelasan komponen biaya dalam struktur tarif.
- Pandemi COVID-19: Meski Permendagri ini disahkan April 2020 (awal pandemi), perubahan ini juga dipersiapkan untuk mengantisipasi dampak ekonomi pada sektor utilitas, termasuk potensi penurunan daya beli masyarakat.
Poin Kunci Perubahan
-
Penyesuaian Formula Biaya:
- Biaya Produksi: Memperjelas komponen biaya seperti energi, pemeliharaan, dan penyusutan aset, termasuk pengakuan biaya lingkungan (misal: pengolahan limbah).
- Keadilan Sosial: Memperkuat skema subsidi silang (pelanggan komersial menopang tarif rumah tangga miskin) dan mekanisme lifeline tariff (tarif dasar untuk pemakaian minimum).
-
Fleksibilitas Daerah:
- PDAM dan pemerintah daerah diberi ruang untuk menyesuaikan tarif berdasarkan kondisi spesifik wilayah (misal: daerah kepulauan dengan biaya distribusi tinggi).
- Kewajiban konsultasi publik dalam penetapan tarif untuk memitigasi protes masyarakat.
-
Insentif untuk Efisiensi:
- Tarif dapat diubah berdasarkan kinerja PDAM (misal: penurunan kebocoran air/non-revenue water).
Informasi Tambahan Strategis
-
Tautan dengan Regulasi Lain:
- UU No. 17/2019 tentang Sumber Daya Air: Permendagri ini sejalan dengan prinsip pengelolaan air berkelanjutan.
- SDGs (Tujuan 6): Mendukung komitmen Indonesia untuk menjamin akses air bersih dan sanitasi terjangkau.
-
Isu Implementasi:
- Pola Patronase Politik: Di beberapa daerah, tarif air kerap diintervensi untuk kepentingan elektoral, mengabaikan prinsip keekonomian.
- Keterbatasan Data: Banyak PDAM tidak memiliki sistem akuntansi yang memadai untuk menghitung biaya produksi secara akurat.
-
Dampak Pasca-2020:
- Kenaikan Tarif Bertahap: Sejumlah PDAM (misal: PDAM Surakarta) menggunakan Permendagri ini untuk menaikkan tarif secara bertahap dengan mitigasi sosial.
- Kritik dari Aktivis: Beberapa LSM menilai perubahan ini belum sepenuhnya melindungi kelompok marjinal, terutama di daerah dengan PDAM tidak sehat secara finansial.
Rekomendasi untuk Klien
- PDAM/Pemda: Manfaatkan ruang fleksibilitas untuk merancang tarif berbasis data riil dan dialog publik.
- Pelaku Usaha: Perhatikan komponen biaya lingkungan dalam kontrak dengan PDAM.
- Masyarakat: Gunakan mekanisme keberatan terbuka jika terdapat ketidaktransparanan dalam penetapan tarif.
Permendagri ini mencerminkan upaya balancing act antara keberlanjutan PDAM dan keadilan sosial, tetapi efektivitasnya bergantung pada kapasitas teknis daerah dan komitmen politik.