Sebagai seorang pengacara yang berpengalaman di Jakarta, berikut analisis kontekstual dan informasi tambahan terkait Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika:
Latar Belakang Historis
-
Era Peningkatan Pengawasan Produk Konsumen
- Pada akhir 2000-an, maraknya produk kosmetik ilegal/impor tanpa izin edar yang mengandung bahan berbahaya (misal: merkuri, hidrokuinon) mendorong pemerintah memperketat regulasi. Permenkes ini lahir sebagai respons atas keluhan publik dan temuan BPOM terkait kasus keracunan/efek samping kosmetik.
- Sebelum 2010, pengaturan izin produksi kosmetik masih tersebar dalam peraturan lama (seperti Kepmenkes No. 1196/Menkes/SK/X/2004) yang dinilai kurang komprehensif.
-
Harmonisasi dengan Standar Internasional
- Permenkes ini mengadopsi prinsip ASEAN Cosmetic Directive (ACD) yang mulai diterapkan negara-negara ASEAN sejak 2008 untuk menyelaraskan standar keamanan kosmetik di kawasan regional.
Poin Krusial yang Perlu Diketahui
-
Kewajiban Izin Produksi Kosmetika (IPK)
- IPK menjadi prasyarat legal bagi seluruh produsen kosmetik (baik skala besar maupun UMKM) untuk beroperasi. Ini berbeda dari sekadar izin edar (BPOM), karena IPK fokus pada standar fasilitas produksi, termasuk kebersihan, peralatan, dan SDM.
-
Klasifikasi Usaha
- Permenkes membedakan izin produksi berdasarkan skala usaha:
- Industri Besar: Wajib memenuhi Cara Produksi Kosmetika yang Baik (CPKB).
- Industri Rumah Tangga (IRT): Diatur lebih sederhana, tetapi tetap wajib memenuhi standar keamanan dasar.
- Permenkes membedakan izin produksi berdasarkan skala usaha:
-
Dasar Hukum Turunan
- Permenkes ini merupakan penjabaran dari UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Pasal 196) dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mewajibkan produk aman dikonsumsi.
Implikasi Praktis di Sektor Bisnis
-
Efek terhadap UMKM
- Permenkes ini sempat menuai pro-kontra karena dianggap memberatkan pelaku UMKM. Namun, dalam praktik, Permenkes memberi ruang bagi IRT melalui pendaftaran izin yang disederhanakan (PIRT) dengan syarat teknis lebih ringan.
-
Penguatan Peran BPOM
- Permenkes ini memperjelas kewenangan BPOM dalam melakukan pengawasan pascaproduksi, termasuk uji sampel dan penarikan produk (recall) jika ditemukan pelanggaran.
Perkembangan Regulasi Pasca 2010
- Permenkes No. 1175/2010 telah diubah sebagian oleh Permenkes No. 14 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenkes No. 1175/2010, terutama menyangkut penyederhanaan prosedur perizinan dan penyesuaian klasifikasi produk.
Rekomendasi Strategis bagi Klien
- Bagi produsen kosmetik, pastikan CPKB diterapkan secara ketat untuk menghindari sanksi administratif (peringatan, denda, pencabutan izin) atau bahkan tuntutan pidana sesuai UU No. 36/2009.
- Untuk produk ekspor/impor, perhatikan juga ketentuan Peraturan BPOM No. 14 Tahun 2019 tentang Pengawasan Kosmetik yang memperbarui aspek teknis registrasi.
Analisis ini dirancang untuk memberikan perspektif holistik, baik dari sisi regulasi maupun praktik bisnis di Indonesia.