Analisis Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
Konteks Historis
-
Warisan Budaya dan Potensi Ekonomi
- Jamu sebagai bagian integral budaya Indonesia telah digunakan secara turun-temurun. Pada era 2000-an, pemerintah melihat potensi ekonomi besar dari industri obat tradisional, terutama untuk mendukung UMKM dan meningkatkan ekspor.
- Globalisasi Kesehatan: Tren global mengarah ke preferensi produk alami dan tradisional. Permenkes ini dirancang untuk memastikan produk Indonesia memenuhi standar keamanan internasional, sekaligus bersaing di pasar ASEAN dan global.
-
Regulasi Sebelumnya
- Permenkes No. 6/2012 merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, seperti Keputusan Menteri Kesehatan No. 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
- Diperkuat oleh UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Pasal 100-103) yang mengamanatkan standardisasi obat tradisional untuk perlindungan konsumen.
-
Integrasi dengan Sistem Kesehatan Nasional
- Pemerintah berupaya mengintegrasikan obat tradisional ke dalam layanan kesehatan formal, termasuk insentif penelitian fitofarmaka (obat herbal terstandar) untuk mendukung penggunaan berbasis bukti ilmiah.
Informasi Tambahan yang Kritis
-
Klasifikasi Obat Tradisional
Permenkes ini membedakan tiga kategori:- Jamu: Berbasis resep turun-temurun, tanpa uji klinis.
- Obat Herbal Terstandar (OHT): Telah melalui uji pra-klinis.
- Fitofarmaka: Memiliki uji klinis dan dapat diresepkan oleh dokter.
-
Standar Produksi dan Pengawasan
- Mengharuskan industri menerapkan CPOTB untuk menjamin kualitas, keamanan, dan konsistensi produk.
- BPOM diberi mandat untuk mengawasi peredaran, termasuk pencantuhan izin edar (NAV atau Nomor Izin Edar).
-
Dampak pada UMKM
- Permenkes ini sempat menimbulkan kekhawatiran di kalangan produsen tradisional skala kecil karena persyaratan administratif dan teknis yang kompleks. Pemerintah kemudian meluncurkan program pendampingan untuk membantu UMKM memenuhi standar.
-
Harmonisasi dengan Regulasi Internasional
- Standar dalam Permenkes ini selaras dengan WHO Traditional Medicine Strategy 2002–2005, terutama dalam aspek keamanan, kemanjuran, dan pelabelan.
Tantangan Implementasi
- Ketimpangan Kapasitas: Industri besar mudah beradaptasi, sementara UMKM memerlukan waktu dan sumber daya untuk memenuhi CPOTB.
- Isu Pembajakan dan Klaim Palsu: Maraknya produk ilegal yang mengklaim sebagai “herbal” tetapi mengandung bahan kimia obat (BKO) menjadi tantangan pengawasan.
Regulasi Terkait
- Peraturan BPOM No. 32 Tahun 2019 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.
- Permenkes No. 7 Tahun 2016 tentang Industri dan Usaha Kosmetik, yang memiliki prinsip serupa dalam standardisasi produk alami.
Signifikansi dalam Kebijakan Kesehatan
Permenkes No. 6/2012 menjadi landasan transformasi industri obat tradisional Indonesia dari sektor informal ke berbasis ilmu pengetahuan dan berdaya saing global. Regulasi ini juga memperkuat perlindungan hukum bagi konsumen dan mendorong inovasi penelitian herbal nasional.
Catatan Penting: Meski berlaku sejak 2012, efektivitasnya masih bergantung pada sinergi Kemenkes, BPOM, dan pemerintah daerah dalam pengawasan serta edukasi pelaku usaha.