Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2021 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara dan Perusahaan Tertentu Yang Dimiliki Secara Langsung oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai

Status: Tidak Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Berikut analisis mendalam mengenai PMK No. 8/PMK.03/2021 beserta konteks historis dan informasi tambahan yang relevan:

Konteks Historis

  1. Latar Belakang Reformasi Perpajakan
    PMK ini merupakan bagian dari upaya pemerintah meningkatkan kepatuhan pajak dan efisiensi pemungutan PPN, khususnya di sektor BUMN. Regulasi ini menggantikan PMK No. 85/PMK.03/2012 yang dinilai sudah tidak sesuai dengan dinamika restrukturisasi BUMN pasca-2015, terutama setelah pengalihan saham negara antar-BUMN untuk memperkuat posisi keuangan negara.

  2. Restrukturisasi BUMN Pasca-2015
    PMK ini merespons kebijakan restrukturisasi BUMN yang masif sejak 2015, termasuk pembentukan holding BUMN (seperti Holding Pertambangan, Holding Perkebunan). Perubahan struktur kepemilikan ini memerlukan penyesuaian mekanisme pemungutan PPN untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

  3. Harmonisasi dengan UU Cipta Kerja
    PMK ini terbit setelah UU No. 11/2020 (Cipta Kerja) yang mendorong simplifikasi regulasi. Meski tidak secara eksplisit merujuk UU Cipta Kerja, PMK ini selaras dengan semangat reformasi birokrasi dan peningkatan iklim investasi.


Konteks Ekonomi-Politik

  1. Pasca-Pandemi COVID-19
    Diterbitkan Februari 2021, PMK ini merupakan instrumen fiskal untuk mengoptimalkan penerimaan pajak di tengah defisit APBN 2020-2021 akibat pandemi. BUMN sebagai "agen pembangunan" diharapkan berkontribusi signifikan dalam mobilisasi PPN.

  2. Efisiensi Tax Collection
    Dengan menjadikan BUMN sebagai pemungut PPN, pemerintah mengurangi risiko keterlambatan atau kebocoran pajak dari rekanan (vendor) BUMN. Hal ini mengacu pada fakta bahwa 30-40% pengadaan pemerintah/BUMN sebelumnya rawan penyalahgunaan faktur pajak fiktif.


Implikasi Hukum Krusial

  1. Perluasan Subjek Pemungut PPN
    Tidak hanya BUMN, perusahaan dengan kepemilikan langsung BUMN >25% (misalnya anak perusahaan BUMN) juga menjadi pemungut PPN. Ini memperluas basis pemungutan, tetapi berpotensi menimbulkan dualisme jika perusahaan tersebut sudah memiliki kewajiban pajak independen.

  2. Penegasan Saat Terutang PPN
    PMK ini secara tegas mengatur tiga momen pemungutan PPN:

    • Saat penyerahan barang/jasa,
    • Saat pembayaran dilakukan sebelum penyerahan (advance payment),
    • Saat pembayaran termin untuk pekerjaan bertahap.
      Hal ini menutup celah penundaan penyetoran PPN oleh rekanan.
  3. Sanksi Implisit
    Jika BUMN/perusahaan tidak memungut PPN sesuai PMK ini, mereka dapat dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan sesuai UU KUP. Dalam praktik, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) aktif melakukan pemeriksaan transaksi BUMN untuk memastikan kepatuhan ini.


Kontroversi & Tantangan Implementasi

  1. Beban Administratif BUMN
    BUMN mengeluhkan tambahan beban pelaporan dan risiko kesalahan pemungutan. Misalnya, BUMN di sektor konstruksi kerap kesulitan mengalokasikan PPN untuk proyek bertahap.

  2. Ambiguitas Kepemilikan Saham
    Kriteria kepemilikan >25% oleh BUMN menimbulkan persoalan jika kepemilikan bersifat tidak langsung (melalui anak usaha). DJP kemudian menerbitkan SE-15/PJ/2021 untuk menjawab masalah ini.

  3. Tumpang Tindih dengan UU HPP
    UU HPP (UU No. 7/2021) yang menaikkan tarif PPN menjadi 11% (2022) dan 12% (2025) tidak diakomodasi dalam PMK ini, sehingga perlu penyesuaian lebih lanjut.


Rekomendasi Strategis

  1. Due Diligence Kepemilikan Saham
    Perusahaan yang dimiliki BUMN >25% wajib memastikan struktur kepemilikan tercatat jelas di notaris dan laporan keuangan tahunan untuk menghindari sengketa status sebagai pemungut PPN.

  2. Integrasi Sistem e-Faktur
    Pemungut PPN wajib mengintegrasikan sistem pembayaran dengan e-Faktur DJP untuk meminimalisasi kesalahan penghitungan dan pelaporan.

  3. Audit Internal Berkala
    BUMN disarankan membentuk tim audit khusus PPN untuk mengantisipasi temuan pemeriksaan pajak, mengingat transaksi BUMN sering menjadi sorotan DJP.

PMK ini merefleksikan komitmen pemerintah dalam memperkuat peran BUMN sebagai penggerak penerimaan negara, sekaligus menjadi alat pengawasan fiskal yang lebih ketat. Namun, implementasinya memerlukan sinergi kompleks antara otoritas pajak, manajemen BUMN, dan rekanan.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN. Rekanan dimaksud merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN. Pemungut PPN meliputi BUMN, BUMN yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah tanggal 1 April 2015 melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya, dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25% yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Dalam hal perusahaan tidak lagi dimiliki secara langsung oleh BUMN, perusahaan dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut PPN. Jumlah PPN yang dipungut oleh pemungut PPN yaitu sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan pada saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP, atau penerimaan pembayaran termin dalam halpenyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Metadata

TentangTata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara dan Perusahaan Tertentu Yang Dimiliki Secara Langsung oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor8/PMK.03/2021
BentukPeraturan Menteri Keuangan
Bentuk SingkatPMK
Tahun2021
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan29 Januari 2021
Tanggal Pengundangan1 Februari 2021
Tanggal Berlaku1 Februari 2021
SumberBN.2021/NO. 75, https:jdih.kemenkeu.go.id : 10 Hlm
SubjekPERPAJAKAN
BahasaBahasa Indonesia
LokasiKementerian Keuangan

Status Peraturan

Dicabut Dengan

  1. PMK No. 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan

Mencabut

  1. PMK No. 37/PMK.03/2015 tentang Penunjukan Badan Usaha Tertentu untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya
  2. PMK No. 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya
  3. PMK No. 136/PMK. 03/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen

8_PMK.03_2021.pdf

Dokumen tidak ditemukan

AI Khusus Hukum.
Akurat, Mendetil, dan Gratis!
Lebih akurat dari ChatGPT.
Tidak terdeteksi AI detector
seperti ChatGPT.
MERIDIAN AI
Coba Sekarang