Sebagai pengacara senior di Jakarta yang memahami dinamika regulasi Indonesia, berikut analisis kontekstual dan informasi tambahan mengenai PP No. 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan yang mungkin belum diketahui publik:
Latar Belakang Historis & Politik
-
Bagian dari Omnibus Law Cipta Kerja
PP ini merupakan turunan dari UU Cipta Kerja (UU No. 11/2020) yang bertujuan menyederhanakan regulasi untuk meningkatkan iklim investasi dan daya saing ekonomi. PP 29/2021 adalah respons atas kritik bahwa sektor perdagangan sebelumnya dianggap terlalu birokratis, menghambat arus barang dan jasa. -
Harmonisasi Regulasi Perdagangan Internasional
PP ini mengakomodasi komitmen Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional (misalnya ASEAN Economic Community dan perjanjian FTA dengan Uni Eropa) dengan menyelaraskan aturan ekspor-impor, standardisasi, dan metrologi.
Inovasi Krusial yang Perlu Dipahami
-
Penggantian Rekomendasi dengan Neraca Komoditas
- Sebelumnya, eksportir/importer memerlukan rekomendasi dari kementerian/lembaga terkait (misal: Kementan untuk komoditas pertanian).
- PP 29/2021 menggantinya dengan neraca komoditas berbasis data terintegrasi. Tujuannya: mengurangi intervensi subjektif dan memastikan keputusan berbasis data real-time (misal: stok nasional, kebutuhan domestik).
- Risiko: Jika data neraca tidak akurat, berpotensi memicu kelangkaan atau kelebihan stok komoditas strategis (seperti minyak sawit atau beras).
-
Fiktif Positif & SLA Terintegrasi
- Fiktif positif (izin diterbitkan otomatis jika tidak ada tanggapan dalam waktu tertentu) adalah terobosan untuk memangkas "mentalitas pungli" dan inefisiensi birokrasi.
- Service Level Agreement (SLA) mewajibkan instansi menetapkan batas waktu proses perizinan. Ini selaras dengan semangat UU Pelayanan Publik dan UU Administrasi Pemerintahan.
- Catatan Praktis: Meski progresif, implementasi sistem terintegrasi masih terkendala infrastruktur digital yang belum merata di seluruh daerah.
-
Penghapusan Regulasi yang Tumpang Tindih
PP ini mencabut Perpres No. 112/2007 tentang Toko Modern dan Pasar Tradisional, yang dinilai tidak lagi relevan dengan perkembangan ekonomi digital (e-commerce). Namun, hal ini menuai pro-kontra karena dikhawatirkan mengancam keberadaan UMKM tradisional.
Implikasi bagi Pelaku Usaha
-
Label Bahasa Indonesia
Kewajiban label berbahasa Indonesia (Pasal 26-28) diperkuat untuk melindungi konsumen. Pelaku usaha multinasional perlu menyesuaikan kemasan produknya, dengan pengecualian untuk barang impor tertentu yang diatur terpisah. -
Pengawasan Barang dalam Pengawasan (BDP)
Barang strategis (misal: pangan, BBM) akan diawasi ketat melalui sistem post-market surveillance. Perusahaan distribusi wajib memastikan kepatuhan, atau risiko sanksi administratif seperti denda hingga pencabutan izin. -
Metrologi Legal
Alat ukur/timbang wajib ditera ulang secara berkala. Ini penting untuk menghindari sengketa transaksi, terutama di sektor ritel dan logistik.
Tantangan & Kritik
- Resistensi Daerah: Sebagian pemda masih enggan mengadopsi sistem terintegrasi pusat, karena dianggap mengurangi kewenangan otonomi daerah dalam penerbitan izin usaha.
- Ambiguitas Definisi: Istilah seperti "barang dalam pengawasan" dan "distribusi" perlu dijabarkan lebih teknis dalam peraturan turunan untuk menghindari multitafsir.
- Proteksionisme vs. Pasar Bebas: Kebijakan neraca komoditas berpotensi memicu sengketa dagang internasional jika dianggap membatasi ekspor/impor secara sepihak.
Rekomendasi Strategis untuk Klien
- Lakukan due diligence terhadap seluruh mata rantai pasok untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan label, metrologi, dan distribusi.
- Manfaatkan fiktif positif dengan menyiapkan dokumen perizinan secara lengkap dan proaktif memantau progres via OSS (Online Single Submission).
- Antisipasi fluktuasi kebijakan ekspor-impor dengan memantau update neraca komoditas melalui platform Kementerian Perdagangan.
PP No. 29/2021 adalah upaya transformatif untuk menciptakan ekosistem perdagangan yang efisien, meski implementasinya perlu didukung sinergi antar-pemangku kepentingan dan transparansi data. Sebagai praktisi hukum, penting untuk terus memantau perkembangan peraturan turunan dan putusan pengadilan terkait interpretasi pasal-pasal krusial dalam PP ini.