Analisis Hukum Terkait PP No. 3 Tahun 2018 tentang Jenis dan Tarif PNBP di Kementerian Keuangan
Konteks Historis
-
Reformasi Pengelolaan PNBP
PP No. 3 Tahun 2018 lahir dalam rangka memperkuat basis hukum PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sebagai sumber pendapatan negara di luar sektor perpajakan. Regulasi ini menyesuaikan dengan semangat UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP yang disahkan kemudian pada November 2018. Meski PP ini terbit lebih awal, ia menjadi instrumen transisi untuk menyelaraskan kebijakan PNBM Kementerian Keuangan dengan prinsip-prinsip UU PNBP yang baru, seperti efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. -
Penyesuaian Tarif dan Jenis PNBP
Sebelum PP No. 3/2018, tarif PNBM diatur dalam PP No. 22 Tahun 1997 yang telah beberapa kali diamandemen. PP No. 3/2018 merevisi tarif dan jenis PNBP untuk mengakomodasi dinamika ekonomi, inflasi, serta kebutuhan fiskal negara. Contohnya, penyesuaian tarif layanan kepabeanan, cukai, dan pengelolaan aset negara. -
Respons Terhadap Kebijakan Fiskal Nasional
Regulasi ini sejalan dengan agenda Pemerintah Jokowi untuk meningkatkan optimalisasi PNBP, terutama dari sektor kepabeanan, cukai, dan pengelolaan kekayaan negara (misalnya: sewa aset, hasil investasi). Pada 2018, target PNBP dalam APBN mencapai Rp348,1 triliun, sehingga PP ini menjadi instrumen krusial untuk memastikan realisasi target tersebut.
Informasi Tambahan yang Perlu Diketahui
-
Cakupan PNBP di Bawah Kementerian Keuangan
PP No. 3/2018 mengatur PNBP yang dikelola oleh unit kerja di bawah Kementerian Keuangan, seperti:- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (contoh: tarif layanan kepabeanan).
- Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (contoh: sewa aset negara, hasil pengelolaan BMN).
- Direktorat Jenderal Perbendaharaan (contoh: penerimaan dari investasi pemerintah).
-
Harmonisasi dengan UU PNBP No. 9/2018
Meski PP No. 3/2018 masih berlaku, beberapa ketentuan harus disesuaikan dengan prinsip UU No. 9/2018, seperti:- Pengenaan PNBP harus berdasarkan cost recovery (biaya layanan) atau benefit principle (manfaat yang diterima wajib bayar).
- Penghapusan PNBP yang tidak relevan atau tumpang tindih dengan kewenangan kementerian/lembaga lain.
-
Implikasi terhadap Dunia Usaha
- Perubahan tarif PNBP (misalnya: biaya sertifikasi kepabeanan) berdampak pada compliance cost pelaku usaha.
- Adanya kepastian tarif membantu investor menghitung risiko bisnis, terutama di sektor impor/ekspor dan pengelolaan aset.
-
Tantangan Implementasi
- Potensi tumpang tindih regulasi: Misalnya, tarif PNBP untuk pengelolaan aset negara perlu koordinasi dengan Kementerian BUMN atau daerah.
- Penegakan aturan: Peningkatan pengawasan terhadap potensi penyimpangan dalam pemungutan PNBP.
Relevansi dalam Konteks Kekinian
PP No. 3/2018 tetap menjadi acuan utama dalam pengelolaan PNBP di Kementerian Keuangan, meski perlu diikuti dengan regulasi turunan UU PNBP No. 9/2018. Dalam praktik, regulasi ini memperkuat peran Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal yang strategis, terutama dalam mendukung APBN dan mengurangi ketergantungan pada utang.
Catatan Penting: Meski status PP ini masih "Berlaku", wajib memastikan harmonisasinya dengan UU No. 9/2018 dan peraturan turunannya (misalnya: PMK No. 196/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pemungutan PNBM).