Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2016 mengatur Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FPK) sebagai sarana penyelenggaraan layanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Jenis FPK meliputi tempat praktik tenaga kesehatan, pusat kesehatan masyarakat (minimal 1 per kecamatan), klinik, rumah sakit (minimal 1 kelas D per kabupaten/kota dan 1 kelas B per provinsi), apotek, unit transfusi darah (minimal 1 per kabupaten/kota), laboratorium, optikal, fasilitas kedokteran hukum (minimal 1 per provinsi), serta FPK tradisional. Pemerintah Daerah bertanggung jawab menentukan jumlah dan jenis FPK berdasarkan kebutuhan masyarakat, luas wilayah, dan indeks kesehatan. Semua FPK wajib memiliki izin dari pemerintah daerah atau Menteri (untuk rumah sakit kelas A dan FPK khusus) serta memenuhi standar manajemen layanan dan sistem rujukan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Status: Tidak Berlaku
Ringkasan Peraturan
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Konteks dari Meridian
Analisis Hukum Terkait PP No. 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Konteks Historis
-
Latar Belakang Pembentukan
PP No. 47 Tahun 2016 dibentuk sebagai implementasi dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 22 yang mewajibkan pemerintah mengatur standar fasilitas pelayanan kesehatan. Regulasi ini lahir untuk menjawab kebutuhan sistem kesehatan yang terintegrasi, terutama pasca reformasi sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan pada 2014. -
Tujuan Utama
- Menjamin kualitas, keselamatan, dan keterjangkauan layanan kesehatan melalui standardisasi sarana-prasarana, SDM, dan prosedur operasional di seluruh fasilitas kesehatan (faskes).
- Mengatur klasifikasi faskes (rumah sakit, klinik, laboratorium, dll.) sesuai level pelayanan dan kewenangan daerah.
Materi Penting yang Perlu Diketahui
-
Standarisasi dan Kewajiban Faskes
PP ini mewajibkan semua faskes (pemerintah/swasta) memenuhi:- Standar Teknis: Infrastruktur, peralatan medis, dan sistem rekam medis elektronik.
- Sertifikasi dan Akreditasi: Faskes wajib memiliki izin operasional dan akreditasi dari lembaga independen (misal: KARS untuk rumah sakit).
-
Integrasi dengan Sistem JKN
PP No. 47/2016 menjadi basis hukum bagi BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan faskes swasta/pemerintah, termasuk syarat penetapan tarif dan kewajiban melayani peserta JKN.
Perkembangan dan Pencabutan
-
Dicabut oleh PP No. 66 Tahun 2021
PP No. 47/2016 dinyatakan tidak berlaku sejak 2 November 2021 karena dianggap belum mengakomodasi dinamika sistem kesehatan pasca pandemi COVID-19. PP No. 66/2021 memperkuat aspek kesiapsiagaan darurat kesehatan, tata kelola faskes berbasis teknologi, serta integrasi data kesehatan nasional. -
Pemicu Perubahan
- Pandemi COVID-19: Membuka celah kelemahan regulasi, seperti ketiadaan mekanisme koordinasi faskes dalam situasi krisis.
- Tuntutan Efisiensi: PP No. 47/2016 dinilai terlalu birokratis dalam perizinan, menghambat investasi sektor kesehatan.
Implikasi Praktis
- Bagi Faskes: Selama berlaku, PP ini menjadi acuan utama untuk menghindari sanksi administratif (penutupan sementara/pencabutan izin) akibat pelanggaran standar.
- Bagi Masyarakat: PP ini memperkuat hak pasien untuk mendapat layanan kesehatan bermutu, termasuk pengaduan atas malpraktik.
Catatan Kritis
- Tumpang Tindih Regulasi: PP No. 47/2016 sempat menimbulkan konflik kewenangan antara Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah dalam pengawasan faskes.
- Implementasi Tidak Merata: Standar yang ketat sulit diterapkan di daerah terpencil akibat keterbatasan anggaran dan SDM.
Rekomendasi: Meski sudah dicabut, PP No. 47/2016 tetap relevan dipelajari sebagai fondasi kebijakan kesehatan Indonesia sebelum era pandemi. Penting untuk membandingkannya dengan PP No. 66/2021 guna memahami evolusi sistem kesehatan nasional.
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Metadata
Status Peraturan
Dicabut Dengan
- PP No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023