Berikut analisis mendalam mengenai PP No. 28 Tahun 2024 beserta konteks historis dan informasi pendukung kritis:
Konteks Historis dan Politik
-
Latar Belakang UU Kesehatan 2023
UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menggantikan UU No. 36 Tahun 2009 sebagai respons atas perkembangan global pascapandemi COVID-19. UU ini dirancang untuk mengakomodasi dinamika baru seperti health security, teknologi kesehatan digital, dan kebutuhan sistem kesehatan yang lebih resilien. PP No. 28/2024 menjadi instrumen teknis untuk memastikan UU tersebut operasional. -
Pendorong Reformasi
- Pelajaran dari Pandemi COVID-19: Kegagalan koordinasi penanggulangan wabah di tingkat daerah dan lemahnya sistem informasi kesehatan nasional menjadi katalis utama penguatan regulasi di bidang KLB (Kejadian Luar Biasa) dan jejaring data kesehatan (Pasal 5 PP).
- Tekanan Global: Indonesia perlu memenuhi komitmen internasional seperti International Health Regulations (IHR) 2005 dan SDGs 2030, khususnya target universal health coverage (UHC).
Poin Krusial yang Perlu Diketahui
-
Revokasi Regulasi Lama
PP ini mencabut setidaknya 15 regulasi sebelumnya, termasuk:- PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Mengandung Zat Adiktif
- PP No. 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan
- PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
- Perpres No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
Hal ini menandakan konsolidasi aturan kesehatan yang sebelumnya tersebar dan tumpang tindih.
-
Fokus pada Teknologi Kesehatan
Pasal 144 PP mengatur penggunaan artificial intelligence (AI) dan big data dalam layanan kesehatan, termasuk standar etik dan perlindungan data pasien. Ini respons langsung terhadap maraknya platform telemedicine dan risiko kebocoran data kesehatan. -
Mekanisme Pendanaan Inovatif
- Diperkenalkannya skema blended finance (Pasal 206) yang menggabungkan anggaran pemerintah, swasta, dan CSR untuk program kesehatan prioritas seperti stunting dan kanker.
- Penguatan insentif pajak bagi industri farmasi yang berinvestasi dalam produksi vaksin dan alat kesehatan strategis (Pasal 320).
-
Sanksi Administratif Berlapis
Tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan yang melanggar standar akreditasi (Pasal 92) tidak hanya dikenai dana administratif, tetapi juga pembatasan praktik (license suspension) hingga 2 tahun. Ini lebih tegas daripada PP sebelumnya yang hanya mengatur denda.
Tantangan Implementasi
-
Transisi Regulasi
RS, klinik, dan apotek wajib menyesuaikan izin operasional dengan standar baru dalam 1 tahun sejak PP berlaku (Pasal 1170). Jika gagal, berpotensi terkena sanksi pencabutan izin. -
Resistensi dari Asosiasi Profesi
Beberapa klausul seperti kewenangan tambahan tenaga kesehatan non-medis (contoh: perawat dalam diagnosis terbatas) diprediksi memicu polemik dengan organisasi profesi dokter (IDI). -
Risiko Fragmentasi Data
Meski PP mengamanatkan integrasi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (Pasal 113), tantangan teknis seperti disparitas infrastruktur TI di daerah terpencil berpotensi menghambat realisasi.
Rekomendasi Strategis untuk Stakeholder
-
Bagi Pelaku Usaha Kesehatan:
- Segera audit kepatuhan terhadap standar fasilitas kesehatan baru (misal: ruang isolasi untuk RS tipe A).
- Manfaatkan insentif pajak untuk pengembangan alat kesehatan local production.
-
Bagi Tenaga Kesehatan:
- Update sertifikasi kompetensi sesuai Permenkes turunan PP ini (akan terbit Q4 2024).
- Waspadai perluasan kewenangan yang berpotensi tumpang tindih dengan profesi lain.
-
Bagi Pemerintah Daerah:
- Alokasikan anggaran khusus untuk merevitalisasi sistem surveilans KLB berbasis digital.
- Bentuk tim percepatan harmonisasi Perda Kesehatan dengan PP ini.
Pertimbangan Hukum Kritis
- Uji Materiil Potensial: Klausul pembatasan iklan rokok elektronik (Pasal 178) berpeluang digugat industri mengacu pada Putusan MK No. 57/PUU-IX/2011 tentang pengaturan tembakau.
- Ambiguitas Definisi: Istilah "teknologi kesehatan" dalam Pasal 5 masih terlalu luas, berisiko menimbulkan multitafsir dalam penerapan sanksi.
PP No. 28/2024 merepresentasikan upaya transformatif pemerintah membangun sistem kesehatan yang adaptif dan berkelanjutan. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada kapasitas implementasi dan sinergi antar-pemangku kepentingan.