Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh melarang komersialisasi dan penjualan organ/jaringan, hanya mengizinkan transplantasi untuk tujuan kemanusiaan. Penyelenggaraan dilakukan melalui sistem terpusat dengan donor sukarela (hidup atau mati batang otak), rumah sakit berakreditasi berbasis tim khusus, bank mata dan jaringan berizin, serta penghargaan non-komersial bagi donor. Pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab atas pengawasan dan pendanaan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh
Status: Tidak Berlaku
Ringkasan Peraturan
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Konteks dari Meridian
Sebagai pengacara yang berpengalaman di Jakarta, berikut analisis mendalam mengenai PP No. 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh beserta konteks historis dan informasi tambahan yang relevan:
Konteks Historis dan Latar Belakang
-
Penggantian PP No. 18 Tahun 1981
PP ini menggantikan aturan transplantasi sebelumnya (PP No. 18/1981) yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi kedokteran, dinamika sosial, dan kebutuhan hukum terkini. PP No. 18/1981 dinilai terlalu umum dan tidak mengatur secara detail aspek etik, transparansi, serta perlindungan hukum bagi pendonor dan resipien. -
Dasar Hukum dari UU Kesehatan
PP ini merupakan pelaksanaan Pasal 65 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan pemerintah mengatur transplantasi organ secara spesifik, termasuk prinsip non-komersialisasi dan perlindungan martabat manusia. -
Respons atas Isu Global
Indonesia merespons rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan praktik internasional untuk mencegah perdagangan organ (organ trafficking) yang marak di Asia Tenggara. PP ini sejalan dengan Deklarasi Istanbul 2008 tentang Transplantasi Organ yang melarang eksploitasi donor.
Inovasi dan Perubahan Penting
-
Larangan Keras Komersialisasi
PP ini mempertegas larangan menjual-beli organ (Pasal 59-60) dengan sanksi pidana penjara hingga 10 tahun dan denda Rp1 miliar. Ini lebih tegas daripada PP No. 18/1981 yang hanya mengatur sanksi administratif. -
Pendonor Hidup vs. Pendonor Meninggal
- Pendonor hidup hanya boleh berasal dari keluarga sedarah/istri/suami (Pasal 5) untuk mencegah eksploitasi donor tidak terkait.
- Pendonor meninggal wajib mendapat persetujuan tertulis sebelum kematian atau persetujuan keluarga (Pasal 11), dengan kriteria kematian otak yang ketat (harus diverifikasi 2 dokter independen).
-
Keberadaan Komite Etik (KEJATI)
Transplantasi wajib mendapat persetujuan Komite Etik Transplantasi yang terdiri dari tenaga medis, ahli hukum, agama, dan psikolog (Pasal 22). Ini adalah terobosan untuk memastikan prinsip informed consent dan keadilan distribusi organ. -
Registrasi Nasional Donor
PP ini mewajibkan pemerintah membangun Sistem Registri Donor Organ Nasional (Pasal 34) untuk memantau ketersediaan organ dan mencegah praktik ilegal.
Tantangan Implementasi
-
Kesenjangan Infrastruktur
Fasilitas transplantasi di Indonesia masih terpusat di Jawa (RSCM, RS Cipto Mangunkusumo), sehingga akses masyarakat luar Jawa terbatas. PP belum secara spesifik mengatur alokasi anggaran untuk pemerataan layanan. -
Budaya dan Persepsi Masyarakat
Donor organ masih dianggap tabu oleh sebagian kelompok karena persepsi agama dan tradisi. Perlu sosialisasi masif bahwa donor organ diakui oleh fatwa MUI No. 10/2016 sebagai tindakan penyelamatan nyawa (fardhu kifayah). -
Risiko Penyalahgunaan
Meski ada larangan komersialisasi, pengawasan donor lintas daerah/negara masih rentan dimanipulasi. Contoh: kasus "turisme transplantasi" di Bali (2019) di mana warga asing mencoba membeli ginjal dari penduduk lokal.
Perbandingan dengan Negara Lain
- Malaysia: Transplantasi diatur dalam Human Tissue Act 1974 dengan pendonor non-keluarga diperbolehkan jika ada persetujuan pengadilan.
- Singapura: Menerapkan sistem opt-out (setiap warga dianggap setuju jadi donor kecuali menolak secara tertulis), sementara Indonesia masih opt-in.
- Turki: Memiliki hukuman berat (penjara seumur hidup) untuk perdagangan organ, lebih keras daripada Indonesia.
Rekomendasi untuk Klien
-
Pastikan Kepastian Hukum
Jika ingin menjadi pendonor/resipien, pastikan seluruh prosedur melalui KEJATI dan terdokumentasi secara hukum untuk menghindari tuntutan di kemudian hari. -
Hindari Transaksi dengan Perantara
Jangan terlibat dalam praktik pencarian donor melalui calo atau pihak ketiga. Gunakan jalur resmi rumah sakit yang terakreditasi. -
Update Dokumen Legal
Untuk pendonor meninggal, pastikan surat persetujuan donor disahkan notaris atau disampaikan kepada keluarga secara jelas.
PP No. 53/2021 merupakan lompatan besar dalam reformasi hukum kesehatan Indonesia, tetapi efektivitasnya bergantung pada sinergi pemerintah, tenaga medis, dan kesadaran masyarakat. Perlu advokasi lebih lanjut untuk memastikan implementasi yang adil dan transparan.
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Materi Pokok Peraturan
PP ini mengatur mengenai transplantasi organ dan jaringan tubuh yang bertujuan untuk: a) menjamin keamanan, keselamatan, kesukarelaan, kemanfaatan, dan keadilan dalam pelayanan Transplantasi Organ dan Jaringan tubuh bagi Pendonor maupun Resipien; b) meningkatkan donasi dan ketersediaan Organ dan Jaringan tubuh sebagai upaya penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup; c) memberikan perlindungan atas martabat, privasi, dan kesehatan manusia; dan d) melindungi martabat dan kehormatan Pendonor dan Resipien. Transplantasi Organ dan/atau Jaringan tubuh dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
Metadata
Status Peraturan
Dicabut Dengan
- PP No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023
Mencabut
- PP No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis Dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat Atau Jaringan Tubuh Manusia