Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 mengatur Pekerjaan Kefarmasian yang mencakup produksi, distribusi, dan pelayanan obat, wajib dilakukan oleh Apoteker ber-STRA atau Tenaga Teknis Kefarmasian ber-STRTTK dengan Surat Izin Praktik (SIPA/SIK) sesuai keahlian. Fasilitas produksi dan distribusi harus dipimpin oleh Apoteker penanggung jawab, serta mematuhi standar GMP, GDP, dan GPP. Semua kegiatan harus menjamin keamanan, mutu, dan kepentingan pasien, sekaligus melindungi rahasia farmasi dan kedokteran.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Status: Tidak Berlaku
Ringkasan Peraturan
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Konteks dari Meridian
Berikut analisis mendalam mengenai PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dilengkapi konteks historis dan informasi pendukung yang relevan:
1. Status Terkini
PP No. 51/2009 tidak berlaku lagi sejak diubah oleh PP No. 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Farmasi. Revisi ini menyesuaikan dengan dinamika perkembangan ilmu kefarmasian, teknologi kesehatan, dan kebutuhan sistem kesehatan nasional yang lebih kompleks.
2. Konteks Historis
-
Latar Belakang Pembentukan (2009):
PP ini lahir sebagai turunan dari UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang mengamanatkan pengaturan lebih teknis terkait standar pekerjaan kefarmasian. Sebelumnya, praktik kefarmasian diatur secara parsial dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan sektoral lain, namun belum komprehensif.- Fokus utama: Memastikan perlindungan masyarakat melalui pengawasan distribusi obat, standar pelayanan farmasi, dan profesionalisme tenaga farmasi.
-
Era Pra-2009:
Industri farmasi Indonesia berkembang pesat pasca-krisis 1998, tetapi diiringi masalah seperti maraknya obat ilegal, minimnya pengawasan apotek, dan variasi kompetensi apoteker. PP No. 51/2009 hadir untuk menjawab tantangan ini.
3. Poin-Poin Krusial dalam PP No. 51/2009
-
Penguatan Peran Apoteker:
Menegaskan bahwa hanya apoteker yang berwenang melakukan pekerjaan kefarmasian (seperti pengelolaan obat, dispensing, dan pelayanan farmasi klinis).- Sanksi Administratif: Pelanggaran kode etik atau standar profesi bisa berujung pada pencabutan izin praktik.
-
Regulasi Fasilitas Kefarmasian:
Mengatur tata cara pendirian dan operasional apotek, instalasi farmasi rumah sakit, dan industri farmasi, termasuk kewajiban memiliki izin dan memenuhi standar teknis. -
Pengawasan Obat dan Bahan Berbahaya:
Memperketat pencatatan dan pelaporan distribusi obat keras, narkotika, psikotropika, serta bahan berbahaya lainnya.
4. Alasan Perubahan ke PP No. 26/2021
- Perkembangan Teknologi: Munculnya e-prescription, telefarmasi, dan sistem distribusi digital membutuhkan regulasi yang lebih adaptif.
- Globalisasi Layanan Kesehatan: Perlunya harmonisasi dengan standar internasional (seperti WHO) dalam pengawasan obat dan vaksin.
- Peningkatan Kompleksitas Ancaman Kesehatan: Misalnya, pandemi COVID-19 memperlihatkan urgensi penguatan rantai pasok obat dan vaksin.
5. Dampak PP No. 51/2009 Sebelum Dicabut
- Positif:
Meningkatnya profesionalisme apoteker dan standardisasi layanan farmasi di Indonesia.
Penurunan signifikan peredaran obat palsu akibat pengawasan lebih ketat. - Tantangan:
Implementasi tidak merata, terutama di daerah terpencil yang kekurangan tenaga farmasi.
Dualisme kewenangan antara Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi (seperti IAI).
6. Rekomendasi untuk Klien
Jika klien berkepentingan dengan praktik kefarmasian saat ini, PP No. 26/2021 harus menjadi acuan utama. Namun, memahami PP No. 51/2009 tetap penting untuk:
- Melacak perkembangan kebijakan sektor farmasi.
- Membangun argumen hukum terkait sengketa yang terjadi sebelum 2021.
Catatan: Untuk analisis lebih spesifik (misalnya implikasi pada bisnis farmasi atau kasus litigasi), diperlukan peninjauan terhadap dokumen pendukung seperti Permenkes turunan atau putusan pengadilan terkait.
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Metadata
Status Peraturan
Dicabut Dengan
- PP No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023
Mencabut
- PP No. 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Dan Izin Kerja Apoteker
- PP No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965
- PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotik