Analisis Hukum Terkait PP No. 51 Tahun 2023 tentang Perubahan PP Pengupahan
Konteks Historis dan Latar Belakang
-
Revisi Omnibus Law Cipta Kerja:
PP No. 36 Tahun 2021 (yang diubah oleh PP 51/2023) merupakan turunan dari UU Cipta Kerja (UU No. 11/2020). UU ini menuai kontroversi karena dianggap mengurangi perlindungan pekerja, terutama terkait formula upah minimum. PP 51/2023 hadir sebagai respons atas kritik dari serikat pekerja dan dinamika hubungan industrial pasca-pengesahan UU Cipta Kerja. -
Dampak Ekonomi Pasca-Pandemi:
PP 51/2023 disahkan dalam situasi pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19, di mana pemerintah berupaya menyeimbangkan perlindungan daya beli pekerja dengan menjaga iklim investasi. Inflasi tinggi (6-7% pada 2022) dan tekanan kenaikan harga pangan/energi menjadi latar revisi formula upah.
Perubahan Krusial dalam PP 51/2023
-
Formula Upah Minimum:
- PP 36/2021: Upah minimum dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi (ADHK) + inflasi (IHK), dengan bobot tertentu.
- PP 51/2023: Mempertegas variabel dan bobot baru yang lebih responsif terhadap kondisi daerah, termasuk penambahan indikator kesejahteraan pekerja dan produktivitas sektoral.
-
Peran Dewan Pengupahan Daerah:
- PP ini memperkuat kewenangan Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten untuk merekomendasikan upah minimum dengan mempertimbangkan indeks harga buruh dan kebutuhan hidup layak (KHL).
- Penetapan upah minimum wajib melibatkan tripartit (pemerintah, asosiasi pengusaha, serikat pekerja).
-
Penangguhan Upah Minimum:
PP 51/2023 mengatur mekanisme penangguhan penetapan upah minimum jika terjadi bencana non-alam (misalnya krisis ekonomi global) atau kondisi khusus yang membahayakan dunia usaha.
Dasar Hukum dan Keterkaitan dengan Putusan MK
-
Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020:
UU Cipta Kerja (termasuk PP turunannya) sempat dinyatakan inkonstitusional bersyarat karena cacat prosedur. PP 51/2023 disusun sebagai bagian dari revisi UU Cipta Kerja (UU No. 6/2023) untuk memenuhi syarat konstitusionalitas. -
Harmonisasi dengan UU No. 13/2003 (Ketenagakerjaan):
PP ini menjembatani ketentuan upah dalam UU Ketenagakerjaan dengan fleksibilitas UU Cipta Kerja, khususnya dalam menjaga kepastian bisnis dan perlindungan pekerja.
Implikasi dan Tantangan
-
Bagi Pekerja:
- Pro: Formula yang lebih adil dengan mempertimbangkan KHL dan inflasi riil.
- Kontra: Mekanisme penangguhan upah minimum berpotensi mengurangi kepastian peningkatan upah.
-
Bagi Pengusaha:
- Pro: Kepastian hukum dalam menghadapi krisis ekonomi.
- Kontra: Potensi kenaikan biaya produksi jika variabel KHL dihitung secara progresif.
-
Pemerintah Daerah:
- PP ini meningkatkan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memediasi kepentingan pekerja dan pengusaha melalui Dewan Pengupahan.
Catatan Kritis
- Transparansi Data: Implementasi formula baru bergantung pada akurasi data BPS dan Badan Pengupahan. Potensi manipulasi data inflasi/pertumbuhan ekonomi perlu diantisipasi.
- Penegakan Hukum: PP 51/2023 belum mengatur sanksi tegas bagi daerah yang tidak membentuk/mengoptimalkan Dewan Pengupahan.
Rekomendasi: Advokat dan praktisi Hukum Ketenagakerjaan perlu memantau penerapan PP ini melalui judicial review jika ditemukan inkonsistensi dengan prinsip keadilan sosial dalam UUD 1945.