Analisis Hukum Terkait UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Konteks Historis
UU No. 10 Tahun 2004 lahir dalam era reformasi hukum pasca-1998, sebagai respons atas kebutuhan sistematisasi hierarki dan proses legislasi di Indonesia. Sebelumnya, kerangka hukum pembentukan peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 yang dinilai tidak lagi memadai seiring perubahan politik dan tuntutan transparansi pasca-Reformasi. UU ini menjadi landasan penting untuk menciptakan kepastian hukum dalam proses legislasi, terutama setelah amendemen UUD 1945 yang mengubah struktur ketatanegaraan.
Poin Krusial yang Perlu Diketahui
-
Hierarki Peraturan yang Diatur:
UU ini menetapkan tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:- UUD 1945
- UU/Perppu
- Peraturan Pemerintah (PP)
- Peraturan Presiden (Perpres)
- Peraturan Daerah (Perda).
(Pasal 7)
Catatan: Hierarki ini direvisi dalam UU No. 12 Tahun 2011 dengan menambahkan Ketetapan MPR dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
-
Asas Pembentukan Peraturan:
UU ini memperkenalkan asas kejelasan tujuan, kelembagaan yang tepat, dan keterbukaan dalam proses legislasi. Namun, asas partisipasi publik belum diatur secara eksplisit, menjadi kritik utama yang kemudian diakomodasi dalam UU No. 12 Tahun 2011. -
Mekanisme Legislasi:
UU No. 10/2004 mengatur prosedur penyusunan RUU, termasuk peran DPR dan Presiden. Namun, mekanisme uji publik dan partisipasi masyarakat belum diatur secara rinci, berbeda dengan UU penggantinya.
Kelemahan dan Alasan Pencabutan
UU No. 10/2004 dicabut oleh UU No. 12 Tahun 2011 karena beberapa kelemahan struktural:
- Tidak mengakomodasi hierarki peraturan baru pasca-amendemen UUD 1945 (misalnya: kedudukan Ketetapan MPR).
- Minimnya pengaturan partisipasi masyarakat dalam proses legislasi.
- Tidak adanya harmonisasi dengan peraturan internasional (seperti perjanjian internasional yang diratifikasi).
Dampak Signifikan
-
Pembentukan Lembaga Legislasi:
UU ini mendorong pembentukan Badan Legislasi Nasional (Baleg) di DPR dan unit legislasi di kementerian/lembaga, yang menjadi fondasi sistem legislasi modern Indonesia. -
Kritik dari Mahkamah Konstitusi (MK):
Dalam Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009, MK menegaskan bahwa Perppu harus memenuhi syarat kegentingan yang memaksa, sebagai bentuk pengawasan terhadap eksekutif. Prinsip ini berakar dari UU No. 10/2004 meski belum diatur secara tegas. -
Transisi ke UU No. 12/2011:
UU No. 10/2004 menjadi dasar bagi penguatan sistem legislasi yang lebih partisipatif dan responsif dalam UU No. 12/2011, termasuk pengakuan terhadap hak masyarakat adat dalam pembentukan perda.
Rekomendasi untuk Klien
Meski telah dicabut, UU No. 10/2004 masih relevan untuk melacak legal reasoning dalam kasus yang melibatkan peraturan terbit sebelum 2011. Pastikan klien memahami bahwa hukum yang berlaku saat ini adalah UU No. 12/2011, terutama terkait mekanisme judicial review dan partisipasi publik dalam legislasi.
(Analisis disusun berdasarkan riset dokumen primer dan putusan MK terkait hierarki peraturan perundang-undangan.)