Berikut analisis mendalam mengenai UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek), dilengkapi konteks historis dan informasi kritis yang perlu diketahui:
Konteks Historis & Politik
-
Era Reformasi dan Transisi Demokrasi
UU ini lahir pada 2002, di bawah pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, sebagai respons atas tuntutan reformasi pasca-1998. Saat itu, Indonesia membutuhkan kerangka hukum untuk memperkuat kapasitas Iptek guna mendukung pembangunan nasional yang terhambat oleh krisis ekonomi 1998. -
Paradigma "Ketahanan Nasional"
UU 18/2002 mencerminkan semangat self-reliance (kemandirian) dengan menekankan penguasaan Iptek untuk mengurangi ketergantungan pada asing, sekaligus menjawab tantangan globalisasi. -
Fragmentasi Kebijakan Iptek Sebelumnya
Sebelum 2002, kebijakan Iptek tersebar di berbagai instansi (BPPT, LIPI, LAPAN, dll.) tanpa koordinasi terpusat. UU ini bertujuan menyatukan ekosistem Iptek melalui pendekatan sistemik.
Materi Krusial yang Perlu Diketahui
-
Governance Iptek
UU ini membentuk struktur koordinasi berbasis Tridharma Perguruan Tinggi (penelitian, pengabdian masyarakat, pendidikan) dan melibatkan kementerian teknis. Namun, implementasinya dinilai terlalu birokratis sehingga menghambat inovasi. -
Dana Abadi Penelitian (Pasal 22)
UU mengamanatkan alokasi dana khusus untuk penelitian, tetapi realisasinya tidak optimal akibat keterbatasan APBN dan prioritas politik. -
Keterbatasan Ruang Lingkup
UU 18/2002 fokus pada Iptek "konvensional" dan kurang mengantisipasi perkembangan disruptif seperti ekonomi digital, AI, atau green technology.
Alasan Pencabutan (UU No. 11 Tahun 2019)
UU 18/2002 dicabut oleh UU No. 11 Tahun 2019 karena:
-
Perubahan Paradigma
Dari orientasi "penelitian murni" ke ekosistem inovasi berbasis kebutuhan industri dan masyarakat (market-driven). -
Restrukturisasi Kelembagaan
Pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2021 (melalui Perpres 78/2021) yang mengonsolidasikan seluruh lembaga riset (termasuk BPPT dan LIPI) di bawah satu atap. -
Tuntutan Revolusi Industri 4.0
UU 2019 mengakomodasi penguatan riset di bidang teknologi digital, kedaulatan data, dan ekonomi kreatif.
Implikasi Hukum & Praktis
-
Transisi Kelembagaan
Seluruh perjanjian/hibah riset yang merujuk UU 18/2002 harus disesuaikan dengan UU 11/2019 dan struktur BRIN. -
Risiko Legal
Dokumen hukum (MoU, perizinan, hak paten) yang masih merujuk UU 18/2002 dapat dianggap tidak sah jika bertentangan dengan UU 2019. -
Peluang Litigasi
Sengketa terkait hak kekayaan intelektual (HAKI) atau alokasi dana riset pasca-pencabutan UU ini berpotensi merujuk pada UU baru atau putusan pengadilan terkait grandfather clause.
Rekomendasi Strategis
-
Legal Audit
Periksa seluruh dokumen hukum/institusional yang merujuk UU 18/2002 untuk penyesuaian dengan UU 11/2019. -
Advokasi Kebijakan
Libatkan BRIN dalam perencanaan program riset untuk memastikan akses pendanaan dan fasilitas terkini (e.g., matching fund, skema KPBU). -
Mitigasi Risiko
Segera ajukan permohonan legislative review atau peninjauan ulang kontrak jika terdapat klausul yang bertentangan dengan UU 2019.
Catatan Penting: Meski UU 18/2002 telah dicabut, putusan pengadilan atau produk hukum turunan (Perpres/Peraturan Menteri) yang dibuat sebelum 2019 tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UU baru. Konsultasi dengan ahli hukum spesialis HKI dan tata negara sangat direkomendasikan.