Analisis Hukum Terkait UU No. 20 Tahun 2019 tentang APBN 2020
Konteks Historis dan Ekonomi
-
Latar Belakang Politik-Ekonomi 2019:
- UU ini disahkan pada Oktober 2019, di tengah tahun politik (Pemilu 2019) dan ketidakpastian ekonomi global, termasuk perang dagang AS-China yang memengaruhi ekspor-impor Indonesia.
- APBN 2020 dirancang dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3% dan defisit 3,1% dari PDB (Rp307,2 triliun), mencerminkan optimisme pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal meski ada risiko eksternal.
-
Dampak Pandemi COVID-19:
- Meski UU ini berlaku sejak 1 Januari 2020, pandemi COVID-19 (muncul Maret 2020) mengganggu implementasi APBN 2020. Pemerintah kemudian merevisi asumsi makro melalui Perppu No. 1/2020 yang disahkan menjadi UU No. 2/2020, dengan defisit melebar hingga 6,34% dari PDB untuk penanganan krisis.
Poin Krusial dalam UU No. 20/2019
-
Struktur APBN 2020:
- Pendapatan Negara: Rp2.233,1 triliun (71% dari pajak, 28% PNBP, 1% hibah).
- Belanja Negara: Rp2.540,4 triliun, dengan alokasi terbesar untuk transfer ke daerah dan dana desa (Rp795,4 triliun), mencerminkan komitmen pemerataan pembangunan.
- Defisit dan Pembiayaan: Ditutup melalui penerbitan SBN, pinjaman, dan optimalisasi SAL (Saldo Anggaran Lebih).
-
Instrumen Pembiayaan Fleksibel:
- Pasal 12 UU ini memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menyesuaikan pembiayaan jika defisit melampaui target, termasuk penggunaan SBN Syariah (SBSN) dan saldo kas BLU. Hal ini menjadi dasar respons cepat pemerintah saat pandemi.
-
Dana Desa:
- Alokasi Dana Desa tetap dipertahankan (Rp70 triliun), melanjutkan program prioritas Jokowi untuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan infrastruktur pedesaan.
Dasar Hukum dan Prinsip Pengelolaan APBN
-
Landasan Konstitusional:
- UU ini merujuk pada Pasal 23 UUD 1945 (APBN sebagai wujud kedaulatan rakyat) dan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.
-
Harmonisasi dengan Sistem Perencanaan Nasional:
- APBN 2020 selaras dengan RPJMN 2020-2024, fokus pada pembangunan infrastruktur, SDM, dan reformasi birokrasi.
Implikasi Praktis bagi Klien
- Pelaku Usaha: Alokasi belanja infrastruktur (Rp419,2 triliun) membuka peluang proyek pemerintah, tetapi pandemi menyebabkan realokasi dana ke sektor kesehatan dan sosial.
- Investor: Penerbitan SBN (termasuk green bonds/sukuk) menjadi instrumen aman di tengah gejolak pasar, dengan imbal hasil menarik.
- Pemerintah Daerah: Transfer ke daerah dan dana desa wajib dikelola sesuai Permendagri No. 20/2018 untuk menghindari temuan BPK.
Catatan Kritis
- Risiko Defisit Struktural: Defisit APBN 2020 yang awalnya terkendali (3,1%) melonjak drastis pascapandemi, memicu kekhawatiran atas beban utang jangka panjang.
- Tantangan Implementasi: Koordinasi antarlembaga sering menjadi hambatan dalam penyerapan anggaran, terutama di kementerian/lembaga dengan kapasitas rendah.
Rekomendasi: Pemantauan ketat terhadap revisi APBN 2020 (via UU No. 2/2020) dan optimalisasi insentif perpajakan/PNBP untuk memitigasi risiko fiskal.
(Analisis disusun berdasarkan UU No. 20/2019, laporan BPK, dan kebijakan fiskal Kemenkeu 2019-2020).