Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Status: Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Berikut analisis mendalam mengenai UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM beserta konteks historis dan informasi tambahan yang relevan:

Konteks Historis:

  1. Reformasi 1998: UU ini lahir dalam era transisi pasca-Orde Baru, menjawab tuntutan masyarakat dan komunitas internasional untuk mengadili pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus 1965-1966, Tanjung Priok (1984), dan Timor Timur (1999).
  2. Tekanan Internasional: Pembentukan pengadilan HAM ad hoc untuk kasus Timor Timur (1999) menjadi katalisator, terutama setelah resolusi PBB dan ancaman sanksi internasional.
  3. Amandemen UUD 1945: Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 hasil amandemen menjadi landasan konstitusional pembentukan perangkat hukum HAM.

Aspek Krusial dalam UU:

  1. Yurisdiksi Retroaktif Terbatas: Menerapkan asas retroaktif bersyarat (pasal 43) hanya untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum UU ini berlaku, melalui pembentukan pengadilan ad hoc oleh DPR.
  2. Dualisme Pengadilan:
    • Pengadilan HAM Ad Hoc untuk kasus sebelum 2000
    • Pengadilan HAM tetap untuk kasus setelahnya
  3. Definisi Pelanggaran HAM Berat: Mengadopsi definisi genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan sesuai Statuta Roma (pasal 7-8), namun dengan modifikasi penafsiran lokal.

Tantangan Implementasi:

  1. Politik Hukum: Proses pengadilan kasus-kasus seperti Abepura (2003) dan Wasior (2001) menunjukkan intervensi politik dalam penegakan hukum.
  2. Keterbatasan Kapasitas: Minimnya ahli hukum HAM internasional di lingkungan kejaksaan dan pengadilan.
  3. Asas Komando (Command Responsibility): Pasal 42 UU yang mengatur pertanggungjawaban pemimpin seringkali tidak diterapkan secara konsisten.

Dampak Global:
UU ini menjadi dasar hukum bagi Indonesia untuk meratifikasi Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional melalui UU No. 12 Tahun 2006, meskipun hingga kini belum dilakukan.

Kritik Substantif:

  1. Lex Specialis yang tumpang tindih dengan KUHP dan KUHAP
  2. Mekanisme Komisi Kebenaran (Pasal 47) yang tidak pernah diimplementasikan
  3. Keterbatasan Locus Standi korban dalam proses peradilan

Preseden Penting:
Putusan Pengadilan HAM Ad Hoc Timor Timur (2002) dan kasus Abepura (2006) menjadi uji coba pertama penerapan UU ini, namun menuai kritik karena vonis ringan dan inkonsistensi pembuktian.

Sebagai praktisi hukum, perlu dicatat bahwa UU ini merupakan produk kompromi politik antara tuntutan reformasi hukum dan resistensi elite lama. Efektivitasnya masih bergantung pada political will pemerintah dan koherensi dengan instrumen hukum HAM internasional.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Metadata

TentangPengadilan Hak Asasi Manusia
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor26
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun2000
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan23 November 2000
Tanggal Pengundangan23 November 2000
Tanggal Berlaku23 November 2000
SumberLN. 2000/ No. 208, TLN NO. 4026, LL SETNEG : 18 HLM
SubjekHAK ASASI MANUSIA
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Dicabut Sebagian Dengan

  1. UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

Uji Materi

PUTUSAN Nomor 18/PUU-V/2007

Penjelasan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia sepanjang mengenai kata ”dugaan” bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen