Analisis Mendalam terhadap UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional
Berikut konteks historis dan informasi kritis yang perlu diketahui terkait UU ini:
1. Latar Belakang Historis
- Warisan Kolonial Belanda: KUHP sebelumnya (WvS) berlaku sejak 1918 dan diadopsi Indonesia pada 1946 (UU No. 1/1946). Isinya dianggap tidak lagi sesuai dengan nilai Pancasila, HAM, dan perkembangan masyarakat modern.
- Proses Reformasi Panjang: Upaya reformasi KUHP dimulai sejak 1963, namun baru terealisasi pada 2023 setelah melalui pembahasan intensif selama 59 tahun, termasuk polemik atas pasal-pasal kontroversial (e.g., penghinaan presiden, kohabitasi, dan kriminalisasi aktivis).
2. Transformasi Paradigma Hukum Pidana
- Dekolonisasi Hukum: UU ini menghapus karakter kolonial dengan memasukkan asas rechtsvinding (penemuan hukum berbasis nilai lokal) dan mengakui hukum adat (living law) sebagai pertimbangan hakim (Pasal 2).
- Restorative Justice: Mengutamakan pemulihan korban dan pelaku melalui diversi, denda, atau kerja sosial, bukan hanya pemidanaan (Pasal 66-69).
3. Struktur dan Cakupan
- Buku Kesatu (Aturan Umum): Menjadi payung hukum pidana nasional yang mengikat seluruh peraturan sektoral (termasuk UU di luar KUHP), kecuali ada ketentuan khusus. Contoh: Asas ne bis in idem (Pasal 3) dan pertanggungjawaban korporasi (Pasal 46-54).
- Buku Kedua (Tindak Pidana): Memperbarui definisi kejahatan, seperti kejahatan seksual yang kini mencakup eksploitasi ekonomi dan pelecehan berbasis gender (Pasal 414-423).
4. Kontroversi dan Tantangan Implementasi
- Pasal Multitafsir: Pasal 240 (penghinaan terhadap pemerintah) dan Pasal 414 (kohabitasi) dikhawatirkan rentan disalahgunakan untuk membatasi kebebasan sipil.
- Transisi 3 Tahun: Masa tenggang hingga 2026 digunakan untuk menyusun peraturan turunan (PP, Permenkumham) dan sosialisasi masif ke aparat penegak hukum dan masyarakat.
5. Dampak terhadap Peraturan Daerah
- Harmonisasi dengan Perda: Buku Kesatu KUHP menjadi acuan bagi Perda Provinsi/Kabupaten, sehingga perda yang bertentangan (e.g., aturan berbasis syariah di beberapa daerah) harus direvisi agar selaras dengan asas KUHP nasional.
6. Pencabutan Hukum Kolonial
- UU ini mencabut 11 peraturan kolonial dan 6 UU nasional (Pasal 622), termasuk UU No. 1/1946 dan UU No. 4/1976. Namun, ketentuan pidana dalam UU khusus (e.g., UU Tipikor, UU Narkotika) tetap berlaku selama tidak bertentangan.
Rekomendasi Strategis:
- Pemerintah perlu mempercepat penyusunan pedoman teknis untuk menghindari vacuum of interpretation.
- Edukasi publik melalui kampanye literasi hukum untuk mencegah kepanikan atas pasal-pasal kontroversial.
UU No. 1/2023 merupakan tonggak sejarah reformasi hukum pidana Indonesia, namun efektivitasnya bergantung pada komitmen semua pihak dalam menjalankan semangat living law dan keadilan restoratif.