Analisis Hukum: UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Konteks Historis:
-
Masa Transisi Pasca-Kemerdekaan
UU No. 1/1946 disahkan pada tahun kedua kemerdekaan Indonesia (1946), di tengah situasi revolusi fisik melawan Belanda. Pemerintah Indonesia saat itu berupaya membangun legitimasi sebagai negara berdaulat dengan menciptakan dasar hukum sendiri, menggantikan hukum kolonial Belanda. -
Adaptasi Hukum Kolonial ke Nasional
UU ini merupakan upaya pertama Indonesia untuk mengkodifikasi hukum pidana nasional. Namun, secara substansial, banyak pasalnya masih merujuk pada Wetboek van Strafrecht (WvS) atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) warisan Hindia Belanda. Hal ini dilakukan karena pemerintah belum memiliki kapasitas untuk menyusun KUHP baru secara utuh. -
Urgensi Politik dan Keamanan
Pada 1946, situasi politik tidak stabil akibat agresi militer Belanda. UU ini mungkin digunakan untuk mengatur tindak pidana yang mengancam keamanan negara, seperti makar atau kolaborasi dengan penjajah, guna memperkuat pertahanan revolusi.
Informasi Tambahan yang Kritis:
-
Status “Tidak Berlaku”
UU No. 1/1946 dicabut dan digantikan oleh UU No. 73 Tahun 1958 tentang “Menyatakan Berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 untuk Seluruh Wilayah RI dan Mengubah KUHP”. Pencabutan ini menegaskan bahwa hukum pidana kolonial (WvS) tetap berlaku dengan penyesuaian, sementara UU No. 1/1946 hanya bersifat transisional. -
Hubungan dengan KUHP Kolonial
UU No. 1/1946 tidak sepenuhnya menghapus WvS Belanda. Justru, melalui Pasal 5 ayat (1), pemerintah mengakui keberlakuan hukum pidana kolonial selama tidak bertentangan dengan kemerdekaan Indonesia. Ini menunjukkan pragmatisme hukum di tengah keterbatasan sumber daya. -
Peran dalam Pembentukan KUHP Nasional
UU ini menjadi fondasi simbolis bagi proses panjang penyusunan KUHP Indonesia yang baru. Butuh 76 tahun sejak 1946 hingga disahkannya KUHP Nasional melalui UU No. 1 Tahun 2023, yang secara resmi menggantikan WvS. -
Pengaruh Konflik dengan Belanda
Beberapa pasal dalam UU No. 1/1946 mungkin dirancang untuk menindak pihak pro-Belanda atau pengkhianat revolusi. Hal ini mencerminkan prioritas pemerintah saat itu: konsolidasi kekuasaan dan penegakan kedaulatan.
Catatan Penting untuk Klien:
- Meski statusnya “tidak berlaku”, UU No. 1/1946 memiliki nilai historis sebagai upaya awal Indonesia membangun sistem hukum pidana mandiri.
- Substansi hukum pidana Indonesia hingga 2023 masih berbasis WvS Belanda, dengan perubahan progresif melalui UU khusus (seperti UU Tindak Pidana Korupsi atau UU ITE).
- Jika klien menghadapi kasus pidana yang terjadi sebelum 2023, rujukan hukum tetap merujuk ke WvS (KUHP kolonial) yang diakui melalui UU No. 73/1958.
Rekomendasi:
Selalu konfirmasi status hukum yang berlaku terkait temporalitas kasus. Untuk kasus pidana saat ini, pastikan referensi ke KUHP Nasional (UU No. 1/2023) yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026, atau peraturan khusus yang lebih baru.
Sebagai ahli hukum, penting untuk memahami bahwa dinamika hukum pidana Indonesia tidak terlepas dari warisan kolonial dan upaya reformasi yang berlangsung gradual. UU No. 1/1946 adalah cerminan semangat revolusi sekaligus keterbatasan sumber daya di masa awal kemerdekaan.