Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Status: Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Analisis Mendalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

1. Konteks Historis dan Politik

  • Latar Belakang Internasional: UU ini lahir sebagai respons atas tekanan global, terutama dari laporan tahunan Trafficking in Persons (TIP) Report oleh Departemen Luar Negeri AS, yang kerap menempatkan Indonesia dalam Tier 2 Watch List (negara dengan upaya minim dalam pemberantasan perdagangan orang).
  • Ratifikasi Konvensi Internasional: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui UU No. 7/1984 dan Konvensi Hak Anak melalui UU No. 23/2002. UU No. 21/2007 memperkuat komitmen Indonesia untuk mengadopsi prinsip-prinsip konvensi tersebut ke dalam hukum nasional.
  • Reformasi Hukum Pasca-Reformasi 1998: UU ini menjadi bagian dari agenda reformasi hukum untuk memperbarui instrumen kolonial (seperti KUHP) yang dianggap tidak relevan dengan isu HAM kontemporer.

2. Inovasi Hukum dalam UU No. 21/2007

  • Definisi Komprehensif: UU ini memperluas definisi "perdagangan orang" tidak hanya terbatas pada eksploitasi seksual, tetapi mencakup pekerja paksa, perbudakan, dan perdagangan organ.
  • Perlindungan Korban:
    • Rehabilitasi Multidimensi: Korban berhak mendapatkan pemulihan fisik, psikologis, sosial, dan reintegrasi (Pasal 46), berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang kerap mengkriminalisasi korban.
    • Perlindungan Saksi dan Korban: Diatur mekanisme witness protection (Pasal 49) untuk mencegah intimidasi.
  • Sanksi Pidana yang Berlapis: Hukuman penjara 3–15 tahun dan denda hingga Rp600 juta, dengan ancaman lebih berat jika korban adalah anak-anak, disertai sanksi tambahan seperti pencabutan izin usaha (Pasal 2–10).
  • Yurisdiksi Ekstrateritorial: Pelaku warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan tindak pidana di luar negeri dapat diadili di Indonesia (Pasal 3).

3. Tantangan Implementasi

  • Tumpang Tindih Regulasi: UU ini harus bersinergi dengan UU No. 23/2004 tentang Penghapusan KDRT dan UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak, namun kerap terjadi overlap dalam penanganan kasus.
  • Peran Masyarakat Sipil: Organisasi seperti Komnas Perempuan dan ECPAT Indonesia aktif mendorong sosialisasi UU ini, tetapi partisipasi publik masih rendah karena stigma terhadap korban perdagangan orang.
  • Kendala Penegakan Hukum:
    • Korupsi dan Mafia Perdagangan: Jaringan sindikat terorganisir sering kali melibatkan oknum aparat, menyulitkan proses hukum.
    • Minimnya Kapasitas Aparat: Banyak penegak hukum belum terlatih memahami kompleksitas kasus perdagangan orang, terutama di daerah terpencil.

4. Perkembangan Terkait

  • Revisi KUHP (2023): Pasal 500–506 KUHP baru mengadopsi prinsip UU No. 21/2007, tetapi belum sepenuhnya menghapus ketentuan yang mengkriminalisasi korban (misalnya, Pasal 506 tentang "kesusilaan").
  • Perpres No. 22/2021 tentang RANTPPO: Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RANTPPO) 2021–2024 menekankan pencegahan melalui peningkatan pemantauan di sektor migrasi dan industri rawan eksploitasi.

5. Signifikansi Global
UU ini menjadi dasar Indonesia dalam kerja sama bilateral/multilateral, seperti Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons, and Related Transnational Crime, serta memenuhi kriteria Sustainable Development Goals (SDGs) Target 8.7 (penghapusan perdagangan manusia).

Rekomendasi Strategis:

  • Penguatan kelembagaan gugus tugas anti-trafficking (misalnya, Satgas PPA) dengan anggaran memadai.
  • Edukasi hukum berbasis masyarakat untuk mengurangi stigma dan meningkatkan pelaporan kasus.
  • Sinergi lintas kementerian (KemenPPPA, Kemensos, Kemenkumham) dalam rehabilitasi korban.

UU No. 21/2007 adalah tonggak progresif, tetapi efektivitasnya bergantung pada komitmen politik dan kesadaran kolektif untuk memutus mata rantai perdagangan orang.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

Dalam UU ini diatur ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan tindak pidana perdagangan orang. selain itu, diatur juga mengenai tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dapat dilakukan dengan tindakan memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib, atau turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang.

Metadata

TentangPemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor21
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun2007
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan19 April 2007
Tanggal Pengundangan19 April 2007
Tanggal Berlaku19 April 2007
SumberLN.2007/NO.58, TLN NO.4720, LL SETNEG : 24 HLM
SubjekHAK ASASI MANUSIA
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Dicabut Sebagian Dengan

  1. UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

Mencabut

  1. UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
  2. UU No. 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia
  3. UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen