Analisis Hukum: UU No. 73 Tahun 1958
Konteks Historis
-
Pasca-Kemerdekaan dan Dualisme Hukum Kolonial
Setelah Proklamasi 1945, Indonesia mewarisi sistem hukum Belanda, termasuk Wetboek van Strafrecht (KUHP Hindia Belanda, Staatsblad 1915 No. 732). Namun, pada 1946, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 1 Tahun 1946 untuk menegaskan kedaulatan hukum nasional. UU ini berlaku di wilayah Republik Indonesia yang diakui melalui Perjanjian Linggarjati (1947), tetapi tidak menyeluruh karena sebagian wilayah masih dikuasai Belanda hingga 1949. -
Integrasi Nasional Pasca-Kedaulatan (1949)
Setelah pengakuan kedaulatan melalui Konferensi Meja Bundar (1949), Indonesia memasuki fase integrasi hukum. Dualisme KUHP (warisan Belanda dan UU No. 1/1946) dianggap "ganjil" dan bertentangan dengan semangat kesatuan hukum. UU No. 73/1958 hadir untuk menyatukan sistem hukum pidana di seluruh wilayah RI, termasuk bekas negara boneka Belanda (RIS).
Tujuan dan Substansi Penting
-
Penghapusan Dualisme Hukum
UU No. 73/1958 secara resmi mencabut berlakunya KUHP kolonial (Wetboek van Strafrecht) dan menegaskan UU No. 1/1946 sebagai satu-satunya KUHP yang berlaku nasional. Ini adalah langkah simbolis dekolonisasi hukum untuk melepaskan pengaruh kolonial. -
Perubahan terkait Identitas Nasional
UU ini mengamendemen KUHP untuk mengakomodasi Peraturan Pemerintah tentang Bendera Kebangsaan, Penggunaan Bendera Asing, dan Lambang Negara (LN 1958 No. 68, 69, 71). Contohnya:- Pasal 154a KUHP (penghinaan terhadap bendera/lambang negara) diperkuat sebagai bentuk perlindungan identitas nasional pasca-kemerdekaan.
Dasar Konstitusional dan Politik
- Pasal 89 dan 102 UUD Sementara 1950: Memberi kewenangan legislatif kepada pemerintah untuk mengatur hukum pidana demi kesatuan negara.
- Konteks Politik 1958: UU ini lahir di era Demokrasi Terpimpin (1957–1965), di mana Soekarno menekankan konsolidasi nasional dan anti-kolonialisme. Penghapusan hukum kolonial sejalan dengan semangat nation-building.
Implikasi dan Relevansi
- Unifikasi Hukum: UU No. 73/1958 menjadi fondasi integrasi sistem hukum pidana Indonesia, yang kemudian diperbarui melalui KUHP Nasional (UU No. 1/2023).
- Status Saat Ini: UU ini telah dicabut dan tidak berlaku seiring diundangkannya KUHP baru, tetapi sejarahnya merefleksikan perjuangan legal reform pasca-kolonial.
Catatan Kritis
- Polemik KUHP Kolonial: Meski UU No. 73/1958 menghapus dualisme, KUHP warisan Belanda tetap menjadi acuan hingga 2023 karena UU No. 1/1946 hanya mengubah sebagian pasal.
- Semangat Dekolonisasi: UU ini adalah upaya awal legal decolonization, tetapi praktik penegakan hukum masih dipengaruhi struktur kolonial hingga era reformasi.
Kesimpulan: UU No. 73/1958 adalah tonggak penting dalam sejarah hukum Indonesia yang menegaskan kedaulatan hukum nasional dan identitas negara merdeka.