Analisis Mendalam Terhadap UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Konteks Historis
-
Penggantian UU No. 7 Tahun 1996:
UU ini menggantikan UU Pangan sebelumnya (UU No. 7/1996) yang dinilai sudah tidak sesuai dengan dinamika global dan kebutuhan domestik, seperti krisis pangan 2007-2008 yang memicu lonjakan harga dan kelangkaan komoditas strategis (beras, gula, kedelai). Krisis ini menjadi momentum untuk memperkuat kerangka hukum ketahanan pangan Indonesia. -
Dampak Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan:
Liberalisasi perdagangan pangan melalui WTO dan ASEAN membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi pasar internasional. UU No. 18/2012 dirancang untuk mengurangi ketergantungan impor dengan mengoptimalkan produksi lokal, sekaligus merespons tekanan organisasi internasional (FAO, WHO) terkait standar keamanan pangan. -
Isu Strategis Nasional:
- Konversi Lahan Pertanian: Maraknya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian (perumahan, industri) mengancam produksi pangan.
- Krisis Iklim: Ancaman gagal panen akibat perubahan iklim membutuhkan regulasi yang adaptif.
Konsep Kunci yang Perlu Dipahami
-
Kedaulatan Pangan vs. Ketahanan Pangan:
- Kedaulatan Pangan (Pasal 3): Menekankan hak Indonesia untuk menentukan kebijakan pangannya sendiri, termasuk proteksi terhadap produk lokal.
- Ketahanan Pangan (Pasal 44): Fokus pada ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas harga.
-
Diversifikasi Pangan:
UU ini mendorong pengurangan ketergantungan pada beras dengan mengembangkan pangan lokal (sagu, jagung, singkong) melalui program seperti Gerakan Diversifikasi Pangan. -
Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen:
- Kewajiban sertifikasi halal (diatur lebih lanjut dalam UU No. 33/2014) dan standar SNI.
- Larangan penggunaan bahan berbahaya (Pasal 136) dengan sanksi pidana (Pasal 140).
Kontroversi dan Tantangan Implementasi
-
Tumpang Tindih Regulasi:
- UU ini bersinggungan dengan UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, namun implementasi pengawasan lahan masih lemah.
- Konflik dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja terkait kemudahan impor pangan.
-
Isu Transgenik (GMO):
Pasal 66 mengizinkan penggunaan rekayasa genetika dengan syarat ketat, tetapi menuai protes dari kelompok lingkungan karena risiko ekologis. -
Ketimpangan Akses:
Meski UU mengamanatkan pemberdayaan petani kecil (Pasal 60), dominasi korporasi agribisnis dalam rantai pasok masih tinggi.
Peraturan Pelaksana Terkait
-
PP No. 17 Tahun 2015:
Mengatur strategi pencapaian ketahanan pangan dan gizi, termasuk program bantuan pangan berbasis keluarga miskin. -
Perpres No. 83 Tahun 2017:
tentang Kebijakan Strategis Pangan Nasional, menetapkan target produksi komoditas strategis hingga 2023. -
Permendag No. 27 Tahun 2017:
Mengatur pengendalian harga dan stabilisasi pasokan, seperti operasi pasar untuk mencegah inflasi.
Rekomendasi untuk Klien
- Pelaku Usaha: Patuhi ketentuan labelisasi, sertifikasi, dan batas maksimum residu bahan kimia (BMR) untuk menghindari sanksi.
- Petani/Koperasi: Manfaatkan skema pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diamanatkan Pasal 61.
- Investor: Perhatikan larangan kepemilikan lahan pertanian oleh asing (Pasal 12) dan prioritaskan kemitraan dengan petani lokal.
Catatan Penting: UU ini menjadi dasar gugatan hukum dalam kasus impor beras ilegal (misalnya Putusan MA No. 366 K/Pid.Sus/2016). Selalu evaluasi kebijakan daerah (Perda) yang mungkin bertentangan dengan prinsip kedaulatan pangan dalam UU ini.