Sebagai ahli hukum yang berpengalaman, berikut analisis mendalam mengenai UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian beserta konteks historis dan informasi kritis yang perlu diketahui:
Konteks Historis & Politik
-
Era Orde Baru
UU ini lahir di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto (1967–1998) yang menekankan stabilitas politik dan kontrol ketat terhadap isu sosial. Kebijakan ini selaras dengan agenda Orde Baru untuk membatasi aktivitas dianggap "mengganggu ketertiban umum", termasuk perjudian, yang dipandang sebagai sumber kemerosotan moral dan potensi kriminalitas. -
Penggantian Hukum Kolonial
UU ini mencabut Ordonansi Perjudian Belanda 1912 (Staatsblad 1912 No. 230) yang telah direvisi terakhir kali pada 1935. Ini menunjukkan upaya Indonesia pascakemerdekaan untuk meninggalkan warisan hukum kolonial dan membentuk regulasi yang sesuai dengan nilai sosial-budaya Indonesia. -
Dimensi Sosial-Keagamaan
Mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam yang mengharamkan judi. UU ini merefleksikan kompromi politik Orde Baru dengan kelompok agama untuk menjaga stabilitas, meski rezim bersifat sekuler.
Substansi Krusial & Implikasi
-
Larangan Total dengan Pengecualian Terbatas
UU ini melarang segala bentuk perjudian (pasal 1) tetapi memberi ruang bagi judi tradisional (seperti pacuan kuda) yang diatur pemerintah (pasal 4). Pengecualian ini menuai kritik karena dianggap ambigu dan berpotensi disalahgunakan untuk legalisasi kasus tertentu (misalnya: lotere negara pada era 1980-an). -
Sanksi Pidana Berlapis
- Pelaku judi: Hukuman penjara hingga 10 tahun atau denda (pasal 8).
- Penyelenggara/bandar: Hukuman lebih berat, termasuk sita aset (pasal 10).
Namun, sanksi ini kerap tidak efektif karena maraknya praktik suap dan korupsi aparat.
-
Pembatasan Kewenangan Daerah
UU ini memusatkan kewenangan penertiban di tangan pemerintah pusat, mencerminkan sentralisasi Orde Baru. Baru pada era reformasi (pasca-1998), kewenangan ini dialihkan ke daerah melalui UU Otonomi Daerah.
Perkembangan Hukum Terkini
-
Pencabutan UU No. 7/1974
UU ini telah dicabut dan digantikan oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (klaster ketenagakerjaan dan investasi), yang merevisi sanksi pidana perjudian menjadi denda administratif dalam upaya dekriminalisasi. Namun, praktik perjudian tetap diatur dalam KUHP (Pasal 303) dan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang untuk tindakan yang terkait kejahatan terorganisir. -
Tantangan Kontemporer
Maraknya judi online (sports betting, casino digital) yang sulit dijerat UU ini karena terbatasnya definisi "perjudian" dalam UU 1974. Saat ini, pemerintah menggunakan UU ITE (Pasal 27 ayat 2) untuk menjerat platform judi daring.
Rekomendasi Strategis
-
Revisi Definisi Perjudian
Memperluas cakupan definisi untuk mencakup praktik judi modern (e-sports, cryptocurrency betting). -
Penegakan Hukum Progresif
Kolaborasi antara kepolisian, PPATK, dan Kominfo untuk memutus aliran dana dan akses teknologi judi online. -
Pendekatan Preventif
Edukasi masyarakat melalui kampanye antiperjudian berbasis data riset dampak sosial-ekonomi.
UU No. 7/1974 merupakan produk hukum yang merefleksikan dinamika politik Orde Baru, tetapi ketidakadaptifannya terhadap perkembangan zaman menyebabkan pencabutan. Pemahaman konteks ini esensial untuk merumuskan kebijakan penertiban perjudian yang relevan di era digital.