Analisis Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
Konteks Historis dan Latar Belakang:
-
Pemenuhan Mandat Konstitusi
UU ini lahir untuk memenuhi amanat Pasal 23B UUD 1945 yang menyatakan bahwa "macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang". Sebelum 2011, pengaturan Rupiah hanya tersebar dalam peraturan sektoral (seperti UU Bank Indonesia No. 23/1999) dan belum mengikat sebagai simbol kedaulatan negara. UU No. 7/2011 menjadi payung hukum khusus pertama yang mengonsolidasikan status Rupiah sebagai alat pembayaran sah tunggal di Indonesia. -
Respon terhadap Krisis Moneter 1998
Pasca-krisis 1998, Indonesia mengalami dollarisasi (penggunaan valuta asing secara masif dalam transaksi domestik). UU ini memperkuat kedaulatan Rupiah dengan mewajibkan penggunaannya di seluruh wilayah Indonesia, kecuali untuk transaksi tertentu (misal: pembayaran internasional atau pembukuan). Ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada mata uang asing dan memperkuat stabilitas ekonomi. -
Penanggulangan Pemalsuan Uang
Maraknya kasus pemalsuan Rupiah pasca-reformasi mendorong pengaturan ketat dalam UU ini, termasuk sanksi pidana berat (penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp 1,5 miliar) untuk pelaku pemalsuan, perusakan, atau penolakan Rupiah.
Poin Krusial yang Perlu Diketahui:
- Simbol Kedaulatan Nasional: Rupiah tidak hanya alat tukar, tetapi juga mencerminkan identitas bangsa melalui gambar pahlawan, budaya, dan kekayaan alam Indonesia pada desainnya.
- Peran Bank Indonesia (BI): UU ini mempertegas kewenangan BI sebagai satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan, mengedarkan, menarik, dan memusnahkan Rupiah. BI juga wajif menjamin ketersediaan uang layak edar.
- Larangan Penggunaan Valuta Asing: Transaksi domestik (seperti jual beli properti atau pembayaran gaji) dilarang menggunakan mata uang asing, kecuali diatur secara khusus (misal: investasi atau utang-piutang internasional).
- Mekanisme Penukaran Uang Rusak: UU menjamin hak masyarakat untuk menukarkan Rupiah yang rusak/cacat tanpa biaya di BI atau bank komersial.
Dampak dan Relevansi:
- Penegasan Kedaulatan Ekonomi: UU ini menjadi instrumen strategis untuk mengurangi praktik dollarisasi dan memastikan Rupiah sebagai alat utama dalam sistem keuangan nasional.
- Pencegahan Kejahatan Finansial: Sanksi pidana yang berat berfungsi sebagai deterrent effect terhadap pemalsuan uang, yang kerap dikaitkan dengan pendanaan terorisme dan pencucian uang.
- Perlindungan Konsumen: Aturan tentang ciri fisik Rupiah (bahan, desain, fitur keamanan) memudahkan masyarakat membedakan uang asli dan palsu.
Catatan Kritis:
- UU ini mencabut beberapa pasal dalam UU Bank Indonesia No. 23/1999, menyiratkan harmonisasi kebijakan moneter dan fiskal.
- Implementasi kewajiban penggunaan Rupiah masih menghadapi tantangan, terutama di daerah perbatasan dan sektor pariwisata yang banyak melibatkan transaksi valas.
Rekomendasi:
Pemangku kepentingan (pemerintah, BI, penegak hukum) perlu meningkatkan sosialisasi dan pengawasan untuk memastikan kepatuhan terhadap UU ini, terutama di sektor informal dan wilayah rentan dollarisasi.