Analisis Hukum UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Berikut konteks historis dan informasi tambahan yang relevan untuk memahami UU ini:
1. Latar Belakang Pembentukan
- Sebelum UU ini, praktik kedokteran diatur dalam Pasal 54 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, namun dinilai tidak komprehensif dalam menjamin standar profesi, perlindungan hukum, dan akuntabilitas dokter/dokter gigi.
- Maraknya kasus malpraktik, ketidakjelasan mekanisme sanksi disiplin, serta kebutuhan harmonisasi standar pendidikan kedokteran pascareformasi menjadi pemicu utama lahirnya UU ini.
2. Inovasi Utama
- Konsil Kedokteran Indonesia (KKI): Lembaga independen yang bertugas menetapkan standar kompetensi, registrasi, sertifikasi, serta pengawasan etik profesi. Keberadaan KKI menegaskan prinsip self-regulation profesi kedokteran.
- Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI): Berwenang menyelesaikan sengketa pelanggaran disiplin profesi, menggantikan mekanisme internal organisasi profesi yang dianggap kurang transparan.
- Registrasi Nasional: Dokter dan dokter gigi wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) untuk menjalankan profesi, meningkatkan akuntabilitas praktik.
3. Dampak terhadap Sistem Kesehatan Nasional
- Perlindungan Pasien: UU ini mempertegas hak pasien untuk memperoleh informasi medis, persetujuan tindakan (informed consent), serta mengajukan pengaduan ke MKDKI.
- Penegakan Hukum Pidana: Pasal 75–79 UU ini mengancam pidana penjara/denda bagi dokter yang lalai, melakukan pelanggaran berat, atau praktik ilegal tanpa STR/SIP.
- Harmonisasi Standar Internasional: Standar pendidikan dan kompetensi dalam UU ini disusun agar setara dengan negara lain, memfasilitasi pengakuan global terhadap tenaga medis Indonesia.
4. Kontroversi dan Tantangan Implementasi
- Tumpang Tindih Regulasi: UU ini sempat dianggap bertentangan dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, terutama terkait kewenangan KKI vs Kementerian Kesehatan.
- Proses Registrasi yang Rumit: Dokter lulusan luar negeri atau tenaga asing kerap menghadapi kendala birokrasi untuk memperoleh STR/SIP.
- Efektivitas MKDKI: Kritik muncul terkait lamanya proses penyelesaian kasus dan ketidakjelasan mekanisme banding atas putusan MKDKI.
5. Perkembangan Terkait
- Pada 2013, UU ini diubah sebagian oleh UU No. 38 Tahun 2013 tentang Keperawatan yang memisahkan regulasi perawat dari lingkup KKI.
- Saat ini, pemerintah dan DPR sedang membahas RUU Praktik Kedokteran pengganti UU No. 29/2004 untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi kesehatan dan kebutuhan masyarakat.
Catatan Penting:
- Status UU No. 29/2004: Masih berlaku, meskipun Pasal 54 UU No. 23/1992 tentang Kesehatan yang terkait dokter/dokter gigi telah dicabut.
- Yurisprudensi Kunci: Putusan Mahkamah Agung No. 366 K/Pid.Sus/2018 menegaskan bahwa malpraktik berat dapat dikenai sanksi pidana di bawah UU ini, di luar sanksi disiplin dari MKDKI.
Sebagai advokat, penting untuk memastikan klien (baik tenaga medis maupun pasien) memahami kompleksitas UU ini, termasuk hak dan kewajiban hukum yang melekat pada praktik kedokteran.