Berikut analisis mendalam mengenai UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan beserta konteks historis dan informasi pendukung yang perlu diketahui:
Konteks Historis dan Politik
-
Latar Belakang ASEAN Mutual Recognition Agreement (MRA)
UU ini lahir sebagai respons atas komitmen Indonesia dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015, khususnya MRA on Nursing Services yang memfasilitasi mobilitas tenaga keperawatan di Asia Tenggara. Tanpa UU ini, Indonesia berisiko tertinggal dalam kompetensi dan pengakuan internasional. -
Kekosongan Regulasi Profesi Keperawatan
Sebelum 2014, praktik keperawatan hanya diatur parsial dalam UU Kesehatan No. 23/1992 dan Permenkes. UU ini menjadi payung hukum pertama yang mengatur profesi perawat secara komprehensif, termasuk standar pendidikan, lisensi, dan etik. -
Tuntutan Reformasi Kesehatan Pasca UU SJSN No. 40/2004
Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membutuhkan penguatan SDM kesehatan, termasuk perawat, untuk memastikan layanan berkualitas.
Aspek Krusial yang Sering Diabaikan
-
Konsil Keperawatan sebagai Lembaga Otonom
UU ini membentuk Konsil Keperawatan Indonesia (Pasal 34) yang berwenang mengeluarkan SIPP (Surat Izin Praktik Perawat). Konsil ini independen dari Kementerian Kesehatan, mirip dengan Konsil Kedokteran. -
Kewenangan Klinis Perawat
Pasal 17 mengakui kewenangan diagnostik terbatas dan tindakan keperawatan mandiri (seperti manajemen luka kompleks atau paliatif), yang sebelumnya sering tumpang-tindih dengan wewenang dokter. -
Sanksi Administratif Berlapis
Pelanggaran etik/kodeks keperawatan tidak hanya berujung pada pencabutan SIPP (Pasal 62), tetapi juga sanksi pidana jika merugikan pasien (dirujuk ke KUHP).
Implikasi Global dan Tantangan Implementasi
-
Mekanisme Registrasi Perawat Asing
Pasal 11 mengatur syarat ketat bagi perawat asing untuk bekerja di Indonesia, termasuk uji kompetensi bahasa Indonesia dan adaptasi kurikulum. Namun, implementasinya masih terkendala birokrasi. -
Resistensi dari Asosiasi Profesi Lain
Pengaturan kewenangan klinis perawat sempat memicu ketegangan dengan organisasi profesi dokter (IDI), terutama terkait praktik mandiri di daerah terpencil. -
Konflik dengan UU No. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan
UU ini lebih spesifik mengatur perawat, tetapi perlu harmonisasi dengan UU Tenaga Kesehatan yang bersifat generalis.
Rekomendasi Strategis untuk Klien
-
Due Diligence untuk Rekrutmen Perawat Asing
Pastikan perawat asing telah lulus ujian adaptasi oleh Konsil Keperawatan dan memiliki surat rekomendasi dari kedutaan. -
Mitigasi Risiko Hukum di Praktik Mandiri
Perawat yang membuka klinik mandiri wajib memastikan asuransi malpractice dan dokumen informed consent sesuai Pasal 25. -
Advokasi terhadap Rancangan Peraturan Turunan
Beberapa pasang masih menunggu peraturan teknis (misalnya Peraturan Menteri tentang kewenangan klinis spesialis). Partisipasi dalam proses sosialisasi draft peraturan ini krusial.
Catatan Penting
- Status "Tidak Berlaku" di Database BPK: Perlu verifikasi lebih lanjut. Beberapa klausul mungkin telah diubah oleh UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, khususnya terkait perizinan berusaha.
- Kasus Hukum Terkait: Putusan MA No. 49 P/HUM/2015 menegaskan bahwa SIPP wajib dimiliki meskipun bekerja di institusi kesehatan pemerintah.
UU No. 38/2014 merupakan terobosan untuk meningkatkan daya saing global perawat Indonesia, tetapi implementasinya memerlukan sinergi antara pemerintah, konsil, dan organisasi profesi.