Analisis UU No. 4 Tahun 1998 tentang Pengesahan Perppu Kepailitan
Konteks Historis
-
Krisis Ekonomi 1997-1998:
UU ini lahir di tengah krisis moneter Asia yang melumpuhkan ekonomi Indonesia. Nilai rupiah merosot drastis (dari Rp 2.300/USD menjadi Rp 16.000/USD), banyak perusahaan kolaps, dan utang luar negeri swasta menumpuk (sekitar USD 80 miliar). Pemerintah membutuhkan instrumen hukum cepat untuk menstabilkan sistem keuangan dan menyelamatkan kreditor serta debitor. -
Perppu No. 1 Tahun 1998:
Perppu ini diterbitkan pemerintah pada 22 April 1998 sebagai respons darurat. UU No. 4/1998 kemudian mengesahkannya menjadi undang-undang pada 9 September 1998, mengikuti mandat Pasal 22 UUD 1945 (pra-amandemen) yang mewajibkan pengesahan Perppu oleh DPR.
Perubahan Signifikan dalam Hukum Kepailitan
-
Pembentukan Pengadilan Niaga:
UU ini memperkenalkan Pengadilan Niaga (Pasal 2) sebagai lembaga khusus untuk menangani sengketa kepailitan, menggantikan peran pengadilan umum. Tujuannya mempercepat proses dan meningkatkan kepastian hukum. -
Kriteria Kepailitan yang Lebih Jelas:
Definisi "debitor yang tidak membayar utang" dipertegas (Pasal 1), termasuk batasan waktu pembayaran utang. Ini mencegah penyalahgunaan gugatan kepailitan untuk tujuan spekulatif. -
Hak Kreditor Asing:
UU ini mengakui hak kreditor asing untuk mengajukan permohonan kepailitan, mencerminkan kebutuhan integrasi dengan praktik global selama krisis. -
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU):
Mekanisme PKPU (Pasal 212-229) diperkenalkan untuk memberi kesempatan restrukturisasi utang sebelum kepailitan, mengurangi risiko likuidasi massal.
Dampak Politik dan Ekonomi
- Reformasi Hukum di Era Transisi:
UU ini menjadi bagian dari paket reformasi hukum ekonomi pasca-Suharto untuk memulihkan kepercayaan investor asing, terutama setelah Indonesia menerima bailout IMF senilai USD 43 miliar. - Kritik dan Kontroversi:
Beberapa pihak menilai UU terlalu pro-kreditor (khususnya asing) dan kurang melindungi debitor lokal. Kasus kepailitan pertama (PT Duta Pertiwi, 1998) menuai polemik karena dianggap tidak adil.
Status saat Ini
UU No. 4/1998 telah dicabut dan diganti oleh UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Perubahan ini memperkuat perlindungan hak debitor, memperbarui mekanisme PKPU, dan menyesuaikan dengan standar internasional (UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency).
Catatan Penting
- Perppu sebagai Alat Krisis: Penggunaan Perppu No. 1/1998 menunjukkan kecenderungan pemerintah saat itu untuk menggunakan instrumen darurat dalam menangani krisis, meski berisiko mengabaikan proses legislatif normal.
- Warisan Reformasi: Meski sudah tidak berlaku, UU No. 4/1998 menjadi fondasi modernisasi hukum kepailitan Indonesia, terutama dalam penanganan krisis ekonomi sistematis.
Referensi Tambahan:
- UU No. 37/2004 (https://peraturan.bpk.go.id/Details/38642/uu-no-37-tahun-2004)
- Analisis IMF tentang Reformasi Hukum Indonesia 1998 (IMF Country Report No. 98/124).