Analisis UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
1. Konteks Historis
- Era Pra-1995: Sebelum UU ini, pasar modal Indonesia diatur oleh UU No. 15 Tahun 1952 yang sudah tidak relevan dengan perkembangan global. Pasar modal saat itu cenderung tertutup, kurang likuid, dan minim partisipasi asing.
- Deregulasi 1980-an: Kebijakan Pakto 1988 (Paket Oktober) membuka sektor keuangan, termasuk pasar modal, tetapi belum disertai payung hukum komprehensif.
- Globalisasi Ekonomi: UU No. 8/1995 muncul sebagai respons terhadap tuntutan globalisasi dan kebutuhan menarik investasi asing pasca-krisis moneter awal 1990-an.
2. Inovasi Utama dalam UU Ini
- Pembentukan BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) sebagai otoritas pengawas independen, yang kemudian berevolusi menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui UU No. 21 Tahun 2011.
- Pengenalan Instrumen Modern: Saham, obligasi, reksa dana, derivatif, dan efek beragun aset (EBA) diatur secara sistematis.
- Perlindungan Investor: Kewajiban transparansi emiten (misalnya, laporan keuangan auditan), larangan insider trading, dan mekanisme penyelesaian sengketa.
- Keterbukaan Asing: Memungkinkan investor asing berpartisipasi langsung di Bursa Efek Indonesia (BEI), sebelumnya terbatas melalui reksa dana.
3. Perkembangan Pasca-1995
- Krisis Moneter 1998: UU ini diuji saat krisis, memperlihatkan kelemahan dalam pengawasan lembaga keuangan non-bank. Revisi dilakukan melalui UU No. 8/1995 yang diubah oleh UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 21/2011 tentang OJK.
- Harmonisasi Standar Internasional: UU ini menjadi dasar adopsi prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan International Financial Reporting Standards (IFRS).
- Digitalisasi Pasar Modal: Di era modern, UU ini ditafsirkan untuk mengakomodasi perdagangan elektronik (e-trading) dan aset digital.
4. Tantangan & Kritik
- Penegakan Hukum: Kasus seperti manipulasi saham (contoh: Bre-X tahun 1997) menunjukkan lemahnya sanksi pidana dalam UU ini.
- Kompleksitas Regulasi: UU No. 8/1995 dianggap terlalu umum, sehingga memunculkan puluhan peraturan turunan (POJK, Peraturan Bapepam-LK) yang membingungkan pelaku usaha.
- Tumpang Tindih Kewenangan: Sebelum OJK berdiri, BAPEPAM sering bersinggungan dengan Bank Indonesia dalam pengawasan lembaga keuangan.
5. Dampak Ekonomi
- UU ini menjadi pilar pertumbuhan pasar modal Indonesia, dengan kapitalisasi BEI meningkat dari Rp 100 triliun (1995) menjadi Rp 11.000 triliun (2023).
- Mendorong UMIT untuk go public dan mengurangi ketergantungan pada pembiayaan perbankan.
6. Relevansi Saat Ini
Meski sebagian ketentuan telah diubah/dicabut (misalnya, pengawasan OJK), UU No. 8/1995 tetap menjadi grand design pasar modal Indonesia. Prinsip-prinsip utamanya—transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan investor—masih relevan dalam menghadapi tantangan seperti green finance dan ekonomi digital.
Rekomendasi Praktis:
- Pelaku usaha harus memastikan kepatuhan terhadap disclosure dan tata kelola emiten.
- Investor disarankan memahami risiko pasar modal melalui edukasi literasi keuangan.