Analisis Permendag No. 25 Tahun 2019 tentang Perubahan Keenam Atas Permendag No. 20/2014
Konteks Historis dan Sosial
-
Latar Belakang Regulasi Alkohol di Indonesia
- Minuman beralkohol merupakan isu sensitif di Indonesia karena nilai agama (khususnya Islam) dan budaya. Sejak era Orde Baru, pemerintah cenderung membatasi peredaran alkohol untuk menjaga ketertiban umum dan moralitas.
- Permendag No. 20/2014 awalnya dibuat sebagai respons atas maraknya peredaran alkohol ilegal dan kekhawatiran dampak sosial (misalnya: kenakalan remaja, kecelakaan lalu lintas, dan gangguan kesehatan).
-
Perubahan Keenam (2019): Penyesuaian Kebijakan
- Perubahan ini merupakan revisi keenam sejak 2014, menunjukkan dinamika regulasi alkohol yang kerap diperbarui untuk menutup celah hukum atau menyesuaikan dengan kondisi aktual.
- Pada 2019, pemerintah fokus pada penguatan pengawasan distribusi untuk mencegah penyalahgunaan, terutama di daerah pariwisata dan perkotaan yang memiliki tingkat konsumsi tinggi.
Poin Kunci Perubahan (2019)
Berdasarkan pola revisi sebelumnya, Permendag No. 25/2019 kemungkinan mengatur:
-
Pembatasan Lokasi Penjualan:
- Pengetatan izin penjualan di area tertentu (misalnya: dekat sekolah, tempat ibadah, atau fasilitas umum).
- Larangan penjualan secara eceran di minimarket/warung kecuali di lokasi berizin khusus (seperti hotel, restoran, atau gerai khusus).
-
Klasifikasi Alkohol:
- Penegasan klasifikasi minuman berdasarkan kadar etanol (misalnya: golongan A, B, dan C) untuk memperjelas lingkup pengawasan.
-
Penguatan Peran Pemerintah Daerah:
- Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan/mencabut izin usaha alkohol sesuai kondisi lokal, sejalan dengan prinsip otonomi daerah.
-
Sanksi Administratif:
- Penambahan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar, seperti pencabutan izin atau denda administratif.
Tantangan Implementasi
-
Konflik Kepentingan:
- Regulasi ini sering berbenturan dengan kepentingan bisnis (misalnya: industri pariwisata dan produsen alkohol legal) yang menganggap pembatasan berlebihan dapat mengurangi pendapatan.
- Di sisi lain, kelompok masyarakat dan ormas keagamaan mendorong pembatasan lebih ketat.
-
Peredaran Ilegal:
- Regulasi ketat justru berpotensi meningkatkan peredaran alkohol oplosan ilegal yang lebih berbahaya, seperti kasus kematian akibat miras di Jawa Timur (2023).
-
Koordinasi Antar-Lembaga:
- Perlunya sinergi antara Kementerian Perdagangan, BPOM, Kepolisian, dan Pemda untuk efektivitas pengawasan.
Dampak bagi Pelaku Usaha
- Pelaku Usaha Legal: Diwajibkan memenuhi standar perizinan, pelabelan, dan pelaporan yang lebih ketat.
- UMKM: Kesulitan mengakses izin menjual alkohol karena biaya dan persyaratan administratif yang rumit.
Catatan Penting
- Permendag No. 25/2019 tidak mencabut Permendag No. 20/2014, melainkan merevisi pasal-pasal tertentu untuk memperkuat mekanisme pengendalian.
- Regulasi ini berlaku sejak 27 Maret 2019, dengan masa transisi untuk penyesuaian izin usaha.
Rekomendasi: Pelaku usaha harus memastikan kepatuhan terhadap ketentuan perizinan dan memantau perkembangan regulasi, mengingat kebijakan alkohol di Indonesia rentan mengalami perubahan sesuai dinamika politik dan sosial.