Analisis Mendalam terhadap Permenkes No. 5 Tahun 2018
Konteks Historis dan Tujuan:
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 5 Tahun 2018 merupakan perubahan ketiga atas Permenkes No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Perubahan ini tidak terlepas dari dinamika implementasi JKN oleh BPJS Kesehatan sejak 2014, yang kerap memerlukan penyesuaian regulasi untuk menjawab tantangan operasional, seperti perluasan cakupan layanan, peningkatan kualitas, dan efisiensi sistem.
Latar Belakang Kebijakan:
- UUD 1945 Pasal 28H menjamin hak setiap orang atas kesehatan, yang menjadi dasar filosofis JKN.
- UU No. 40/2004 tentang SJSN dan UU No. 24/2011 tentang BPJS mengamanatkan penyelenggaraan JKN secara nasional.
- Permenkes No. 71/2013 sendiri telah diubah dua kali sebelumnya (Permenkes No. 70/2015 dan Permenkes No. 52/2016), menunjukkan komitmen Kemenkes untuk terus menyempurnakan sistem.
Poin Krusial dalam Perubahan:
Meskipun abstrak tidak tersedia, berdasarkan pola revisi sebelumnya, Permenkes No. 5/2018 kemungkinan besar mengatur:
- Penyesuaian skema pembiayaan (misalnya: tarif INA-CBGs, mekanisme klaim, atau insentif fasilitas kesehatan).
- Ekspansi layanan kesehatan seperti penambahan daftar obat/alat kesehatan yang ditanggung JKN.
- Peningkatan akses pelayanan, termasuk integrasi dengan program kesehatan lain (misal: pencegahan stunting atau penyakit menular).
- Sinkronisasi dengan kebijakan strategis seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) atau Program Indonesia Sehat.
Implikasi Hukum dan Praktis:
-
Fasilitas Kesehatan (Faskes):
- Wajib menyesuaikan prosedur administrasi dan klinis dengan ketentuan baru untuk menghindari sanksi administratif (misal: penundaan pembayaran klaim).
- Perlu memastikan kesiapan infrastruktur dan SDM dalam menerapkan perubahan.
-
Peserta JKN:
- Hak peserta mungkin diperluas, seperti akses ke layanan kesehatan primer yang lebih komprehensif.
- Adanya mekanisme pengaduan yang lebih jelas jika terjadi penolakan layanan.
-
Pemerintah Daerah:
- Diperlukan koordinasi intensif dengan Kemenkes dan BPJS Kesehatan untuk implementasi di tingkat daerah, terutama dalam hal pemerataan layanan.
Tantangan Implementasi:
- Ketimpangan geografis: Masih adanya kesenjangan kualitas Faskes antara perkotaan dan pedesaan.
- Keterbatasan anggaran: Perluasan cakupan layanan berpotensi membebani keuangan BPJS Kesehatan jika tidak diimbangi dengan optimalisasi sistem.
Rekomendasi untuk Stakeholder:
- Bagi Faskes: Lakukan audit internal untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi terbaru.
- Bagi Masyarakat: Manfaatkan mekanisme advokasi melalui Prolegnas atau DPR RI jika menemui inkonsistensi antara regulasi dan implementasi di lapangan.
Catatan Penting:
Permenkes No. 5/2018 berlaku sejak 1 Januari 2018, tetapi dalam praktik, penyesuaian teknis (seperti pembaruan sistem komputerisasi BPJS) sering memerlukan waktu. Oleh karena itu, klien perlu memastikan bahwa dokumen legal (misal: MoU dengan BPJS) telah direvisi sesuai perubahan ini untuk menghindari risiko hukum.
Dokumen terkait: Permenkes No. 71/2013 dan UU No. 40/2004 dapat dijadikan rujukan untuk analisis lebih lanjut.