Analisis Terhadap PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
1. Konteks Historis dan Tujuan Pembentukan
PP No. 78/2015 dibentuk untuk mereformasi sistem pengupahan yang sebelumnya diatur dalam PP No. 8 Tahun 1981, yang dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi dan tuntutan perlindungan pekerja. Reformasi ini juga merespons mandat UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengamanatkan pengaturan ulang sistem upah berbasis keadilan dan produktivitas. Selain itu, PP ini menjadi instrumen strategis pemerintah dalam menyambut ASEAN Economic Community (AEC) 2015, dengan memperkuat daya saing tenaga kerja Indonesia melalui struktur upah yang transparan.
2. Inovasi Utama
- Formula Penetapan Upah Minimum: PP ini memperkenalkan formula matematis berbasis variabel makroekonomi (pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu) untuk menghitung Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Ini menggantikan metode sebelumnya yang lebih subjektif dan rentan tekanan politik.
- Konsep "Kebutuhan Hidup Layak" (KHL): Upah tidak hanya berdasarkan kebutuhan fisik tetapi juga mencakup komponen sosial-budaya, seperti pendidikan dan rekreasi, untuk memastikan kesejahteraan holistik pekerja.
- Pengakuan Pendapatan Non-Upah: PP ini mengatur tunjangan hari raya (THR), asuransi kesehatan (BPJS Kesehatan), dan jaminan sosial (BPJS Ketenagakerjaan) sebagai bagian dari hak pekerja.
3. Kontroversi dan Tantangan
- Protes dari Pengusaha dan Pekerja: Asosiasi pengusaha (APINDO) mengkritik formula upah minimum yang dianggap memberatkan, terutama bagi UMKM. Di sisi lain, serikat pekerja menilai formula tersebut belum menjawat kebutuhan upah layak akibat inflasi dan ketimpangan ekonomi.
- Kompleksitas Implementasi: Variabel dalam formula (seperti α dalam rumus penyesuaian upah) menimbulkan kebingungan di tingkat daerah, sehingga sering terjadi keterlambatan penetapan UMP/UMK.
4. Perkembangan Terkini
PP No. 78/2015 telah diubah sebagian oleh PP No. 36 Tahun 2021 sebagai respons atas dampak pandemi COVID-19. Perubahan ini fleksibel menyesuaikan formula upah dengan kondisi ekonomi darurat, seperti penurunan pertumbuhan ekonomi atau deflasi.
5. Signifikansi Strategis
PP ini menjadi landasan harmonisasi hubungan industrial di Indonesia, meski masih perlu evaluasi untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan pekerja, pengusaha, dan daya saing nasional. Sebagai advokat, penting untuk memahami dinamika ini dalam menyusun kontrak kerja atau mendampingi klien dalam sengketa ketenagakerjaan.
Catatan: Meski status PP No. 78/2015 dinyatakan "Tidak Berlaku" dalam database BPK, hal ini merujuk pada telah diubahnya sebagian ketentuan oleh PP No. 36/2021. Substansi utamanya tetap relevan dengan penyesuaian tertentu.