Analisis Mendalam terhadap PP No. 91 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi
Konteks Historis dan Latar Belakang
-
Kebijakan Sebelumnya (PP No. 16 Tahun 2009 dan Perubahannya):
Sebelum PP No. 91/2021, pengenaan PPh atas bunga obligasi diatur dalam PP No. 16/2009 yang memberikan tarif pajak berbeda antara Wajib Pajak (WP) Dalam Negeri dan WP Luar Negeri. WP Dalam Negeri dikenakan tarif final 15%, sementara WP Luar Negeri dikenakan tarif 20% (atau lebih rendah berdasarkan tax treaty). Perbedaan ini menimbulkan distorsi pasar, termasuk perbedaan harga obligasi antar investor. -
Perubahan Kebijakan Pajak untuk Investor Asing (2020):
Pada 2020, pemerintah menerbitkan Perpu No. 1/2020 (kemudian menjadi UU No. 2/2020) yang menurunkan tarif PPh bagi WP Luar Negeri atas bunga obligasi dari 20% menjadi 10% (untuk obligasi berjangka ≥3 tahun) dan 5% (untuk obligasi syariah/Sukuk). Penurunan ini bertujuan menarik investasi asing, namun menciptakan ketimpangan dengan tarif WP Dalam Negeri yang tetap 15%. -
Dorongan Pengembangan Pasar Obligasi Domestik:
Pemerintah melihat potensi pasar obligasi Indonesia yang masih kurang terdalam (shallow market) dibanding negara ASEAN lain. Ketimpangan tarif pajak dinilai menghambat partisipasi investor domestik dan memperlebar ketergantungan pada investor asing, yang berisiko terhadap stabilitas pasar saat terjadi arus modal keluar (capital outflow).
Esensi Perubahan dalam PP No. 91/2021
-
Penyesuaian Tarif PPh Final untuk WP Dalam Negeri:
- Tarif PPh final atas bunga obligasi untuk WP Dalam Negeri dan BUT diturunkan dari 15% menjadi 10% (Pasal 2), sejajar dengan tarif WP Luar Negeri.
- Tarif 10% berlaku untuk obligasi:
a. Berjangka waktu ≥3 tahun;
b. Diterbitkan di pasar internasional (misalnya global bonds);
c. Berbentuk Sukuk. - Untuk obligasi di luar kriteria di atas, tarif tetap 15% (Pasal 3).
-
Harmonisasi dengan Kebijakan Pajak Internasional:
PP ini menghapus diskriminasi tarif pajak antar investor, mengurangi arbitrage opportunity yang sebelumnya dimanfaatkan untuk menghindar pajak (tax avoidance). -
Pencabutan PP No. 16/2009:
PP No. 91/2021 secara resmi mencabut PP No. 16/2009 beserta seluruh perubahannya, menandai konsolidasi kebijakan pajak obligasi yang lebih terintegrasi.
Tujuan Strategis dan Dampak Ekonomi
-
Mendorong Pendalaman Pasar Keuangan:
Dengan tarif kompetitif, diharapkan likuiditas pasar obligasi domestik meningkat. Investor domestik (seperti dana pensiun, asuransi, atau perorangan) lebih terdorong berpartisipasi, mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri. -
Mengurangi Risiko Capital Flight:
Tarif pajak yang setara antara investor dalam dan luar negeri mengurangi insentif bagi perusahaan untuk menerbitkan obligasi di luar negeri (eurobonds) demi menghindar beban pajak lebih tinggi di dalam negeri. -
Sinergi dengan Agenda Pembiayaan Infrastruktur:
Pasar obligasi yang likuid menjadi instrumen krusial bagi pemerintah dan BUMN untuk membiayai proyek infrastruktur tanpa membebani APBN.
Catatan Kritis dan Tantangan Implementasi
-
Respons Pasar:
Sejak 2021, terjadi peningkatan proporsi kepemilikan obligasi pemerintah oleh investor domestik (dari ~18% pada 2020 menjadi ~22% pada 2023), meski belum signifikan. -
Tantangan Kompleksitas Peraturan:
Pembedaan tarif 10% dan 15% berdasarkan jenis/jangka waktu obligasi berpotensi menimbulkan misinterpretasi, terutama dalam klasifikasi instrumen keuangan hybrid. -
Perlunya Edukasi kepada Investor:
Masih ada ketidaktahuan WP Dalam Negeri (terutama perorangan) mengenai insentif ini, sehingga diperlukan sosialisasi intensif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Keterkaitan dengan Regulasi Lain
- UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP): PP No. 91/2021 selaras dengan semangat UU HPP untuk menyederhanakan kebijakan pajak dan meningkatkan kepatuhan.
- Peraturan OJK tentang Pasar Modal: Kebijakan ini diperkuat dengan inisiatif OJK seperti pengembangan retail bonds dan platform digital transaksi obligasi untuk memperluas basis investor.
Kesimpulan: PP No. 91/2021 merefleksikan upaya strategis pemerintah menciptakan ekosistem pasar obligasi yang kompetitif, adil, dan berkelanjutan, sekaligus mengakomodir dinamika global pasca-pandemic recovery.**