Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Status: Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Analisis Hukum Terhadap UU No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 12 Tahun 2011

Konteks Historis dan Latar Belakang

  1. Respons atas Dinamika Legislasi Nasional
    UU No. 12 Tahun 2011 sebelumnya dianggap belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan sistem legislasi yang dinamis, terutama setelah munculnya UU Cipta Kerja (Omnibus Law) pada 2020. Proses pembentukan UU Cipta Kerja menuai kontroversi, termasuk gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap cacat prosedur partisipasi publik. UU No. 13/2022 hadir untuk memperkuat kerangka hukum metode omnibus dan memastikan kepastian prosedural.

  2. Transformasi Digital Pasca-Pandemi
    Perubahan terkait pembentukan peraturan secara elektronik (Pasal 96A) didorong oleh percepatan digitalisasi selama pandemi COVID-19. Ini sejalan dengan inisiatif "e-lawmaking" global untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi, meski perlu diwaspadai risiko seperti kesenjangan akses teknologi di masyarakat.


Poin Krusial dan Signifikansi

  1. Metode Omnibus (Pasal 1 angka 4)

    • Tujuan: Menyederhanakan kompleksitas regulasi dengan menggabungkan/mencabut banyak aturan dalam satu UU.
    • Catatan Kritis: Metode ini pernah dipakai dalam UU Cipta Kerja, tetapi menuai kritik karena dinilai mengurangi partisipasi publik. UU No. 13/2022 mencoba mengatasi hal ini dengan memperkuat aspek meaningful participation (Pasal 53).
  2. Partisipasi Publik yang Bermakna

    • Diatur dalam Pasal 96, mewajibkan keterbukaan dokumen RUU sejak tahap perencanaan hingga pengundangan. Ini respons atas kasus seperti revisi UU KPK (2019) yang dianggap tertutup.
    • Tantangan: Implementasi perlu dipastikan tidak hanya bersifat formal (misal: sosialisasi pro forma), tetapi substansial (misal: akomodasi masukan masyarakat).
  3. Koreksi Teknis Sebelum Pengesahan

    • Mekanisme ini (Pasal 83A) muncul setelah kasus UU Minerba (2020) yang ditemukan memiliki kesalahan teknis pasca-pengesahan, sehingga memicu masalah implementasi.
  4. Perubahan Sistem Pendukung Legislasi

    • Pergantian peran peneliti menjadi pejabat fungsional (Pasal 64) bertujuan meningkatkan kualitas analisis hukum, namun perlu diikuti dengan kapasitas SDM yang memadai.

Implikasi bagi Praktik Hukum

  1. Efisiensi vs. Akuntabilitas
    Metode omnibus dan elektronisasi berpotensi mempercepat proses legislasi, tetapi berisiko mengurangi kedalaman pembahasan. Advokat perlu lebih aktif memantau RUU melalui platform elektronik untuk memastikan akuntabilitas.

  2. Pencegahan Judicial Review
    Dengan mengatur partisipasi publik secara lebih ketat, UU ini berupaya mengurangi alasan judicial review atas UU yang dianggap inkonstitusional secara prosedural (seperti Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 tentang UU Cipta Kerja).

  3. Adaptasi Teknologi
    Lembaga hukum dan praktisi perlu meningkatkan literasi digital untuk mengakses dan berkontribusi dalam proses e-lawmaking.


Catatan Kritis

  • Omnibus Law: Meski diatur, UU ini tidak menjelaskan batasan materi yang bisa digabung dalam satu UU. Hal ini berpotensi menimbulkan multitafsir, terutama terkait UU yang menyentuh hak konstitusional.
  • Keterbukaan Elektronik: Perlunya jaminan keamanan data dan perlindungan privasi dalam platform elektronik untuk mencegah manipulasi atau kebocoran informasi.

Rekomendasi: Pemerintah perlu menyusun petunjuk teknis (Perpres/Peraturan Menteri) untuk memastikan konsistensi penerapan, terutama dalam hal partisipasi publik dan standar penyusunan naskah akademik. Advokat dan masyarakat sipil harus memanfaatkan mekanisme meaningful participation ini untuk mengawal proses legislasi yang demokratis.


Sebagai praktisi hukum di Jakarta, pemahaman mendalam tentang UU ini penting untuk mengantisipasi perubahan paradigma legislasi dan memastikan hak-hak klien terlindungi dalam proses pembentukan hukum yang lebih transparan.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Materi Pokok Peraturan

UU ini mengatur mengenai perubahan beberapa pasal, penjelasan, dan lampiran dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Penyempurnaan UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana diatur dalam UU ini antara lain: 1) menambahkan metode omnibus; 2) memperbaiki kesalahan teknis setelah persetujuan bersama antara DPR dan presiden dalam rapat paripurna dan sebelum pengesahan dan pengundangan; 3) memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation); 4) membentuk peraturan perundang-undangan secara elektronik; 5) mengubah sistem pendukung dari peneliti menjadi pejabat fungsional lain yang ruang lingkup tugasnya terkait Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; 6) mengubah teknik penyusunan Naskah Akademik; dan 7) mengubah teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

Metadata

TentangPerubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor13
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun2022
Tempat PenetapanJakarta
Tanggal Penetapan16 Juni 2022
Tanggal Pengundangan16 Juni 2022
Tanggal Berlaku16 Juni 2022
SumberLN.2022/No.143, TLN No.6801 jdih.setneg.go.id: 13 hlm.
SubjekADMINISTRASI DAN TATA USAHA NEGARA
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Mengubah

  1. UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
  2. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen