Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menetapkan struktur dan prosedur penyelenggaraan pemilu di Indonesia melalui lembaga penyelenggara (KPU), lembaga pengawas (Bawaslu), dan lembaga kode etik (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi. KPU bertugas merencanakan, melaksanakan, dan mengumumkan hasil pemilu untuk pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden/Wakil Presiden, serta kepala daerah. Bawaslu bertugas mengawasi pelanggaran sepanjang tahapan pemilu. DKPP menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Seluruh keanggotaan KPU, Bawaslu, dan pengawas dipilih dengan prosedur transparan, memenuhi persyaratan kualifikasi, dan diberlakukan sanksi administratif bagi pelanggaran. Penetapan hasil pemilu dilakukan melalui rapat pleno yang sah.
Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
Status: Tidak Berlaku
Ringkasan Peraturan
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Konteks dari Meridian
Analisis UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
Berikut konteks historis dan informasi tambahan yang perlu diketahui:
Latar Belakang Pembentukan
UU ini disahkan pada 16 Oktober 2011 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai respons atas kebutuhan reformasi sistem pemilu pasca-Reformasi 1998. Tujuannya adalah memperkuat kelembagaan penyelenggara pemilu yang independen, profesional, dan akuntabel. UU ini menggantikan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu yang dinilai belum optimal mengatur mekanisme pengawasan dan partisipasi publik.
Substansi Penting
-
Pembentukan Lembaga Pemilu:
- KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai lembaga tetap, bukan ad hoc.
- Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) ditingkatkan statusnya dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang bersifat sementara.
- Penguatan peran partisipasi masyarakat melalui Panitia Pengawas Pemilu Lapangan (Panwaslu Kabupaten/Kota).
-
Konteks Politik:
- UU ini lahir setelah kontroversi Pemilu 2009, termasuk masalah daftar pemilih tetap (DPT) dan sengketa hasil pemilu.
- Upaya mengurangi intervensi politik praktis dalam penyelenggaraan pemilu dengan mempertegas independensi KPU dan Bawaslu.
-
Perubahan Paradigma:
- Bawaslu diberi kewenangan mengadili pelanggaran administrasi pemilu (sebelumnya hanya menangani pelanggaran pidana).
- Pengaturan sanksi administratif bagi penyelenggara pemilu yang melanggar.
Status "Tidak Berlaku"
UU ini dicabut dan digantikan oleh UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengintegrasikan penyelenggaraan pemilu legislatif, presiden, dan kepala daerah dalam satu regulasi. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh:
- Efisiensi anggaran dan waktu pemilu.
- Penyesuaian dengan Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 yang mewajibkan penyelenggaraan pemilu serentak.
- Penguatan peran Bawaslu sebagai lembaga permanen setara KPU.
Dampak Pencabutan
- KPU dan Bawaslu tetap diakui sebagai lembaga penyelenggara pemilu, tetapi dengan struktur dan kewenangan yang diperbarui dalam UU No. 7/2017.
- Mekanisme pengawasan pemilu menjadi lebih terintegrasi, termasuk pembentukan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menangani pelanggaran kode etik.
Catatan Kritis
- UU No. 15/2011 dianggap sebagai fondasi penting untuk transisi demokrasi Indonesia, meski masih terdapat kelemahan seperti kompleksitas koordinasi antarlembaga.
- Revitalisasi UU Pemilu 2017 mencerminkan dinamika demokrasi Indonesia yang terus berkembang, meski belum sepenuhnya menyelesaikan masalah seperti politik uang dan disinformasi.
Dokumen ini menjadi bukti evolusi sistem pemilu Indonesia dari era transisi menuju konsolidasi demokrasi. Meski tidak berlaku, prinsip-prinsip utamanya tetap relevan dalam kerangka hukum pemilu saat ini.
Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.
Metadata
Status Peraturan
Dicabut Dengan
- UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Mencabut
- UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum