Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Status: Tidak Berlaku

Konteks dari Meridian

Generated by Meridian AI

Analisis UU No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD

Konteks Historis:
UU No. 16 Tahun 1969 lahir pada masa awal Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Saat itu, pemerintah berupaya menata kembali struktur ketatanegaraan pasca-turbulensi politik era Orde Lama (1959–1966). Tujuan utama UU ini adalah memperkuat legitimasi dan stabilitas rezim Orde Baru dengan mengatur komposisi lembaga legislatif yang sejalan dengan kebijakan sentralisasi kekuasaan.

Poin Penting yang Perlu Diketahui:

  1. Konsolidasi Kekuasaan Orde Baru:

    • UU ini menjadi instrumen untuk mengontrol lembaga perwakilan rakyat. MPR, sebagai lembaga tertinggi negara saat itu, diatur agar dominasi Golkar (partai penguasa) dan militer (ABRI) tetap terjaga.
    • Anggota DPR terdiri dari 360 orang hasil pemilu dan 100 orang diangkat dari ABRI, mencerminkan doktrin Dwi Fungsi ABRI yang melegitimasi intervensi militer dalam politik.
  2. Komposisi MPR yang Tidak Langsung Dipilih Rakyat:

    • MPR saat itu terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan yang ditunjuk pemerintah, bukan dipilih langsung. Hal ini mengurangi representasi aspirasi rakyat dan memperkuat kontrol eksekutif atas legislatif.
  3. Relevansi dengan UUD 1945 Sebelum Amandemen:

    • UU ini berdasar pada UUD 1945 versi asli (pra-amandemen), di mana MPR merupakan lembaga tertinggi dengan kewenangan mengangkat presiden dan menetapkan GBHN. Pasca-Reformasi 1998, sistem ini diubah melalui amandemen UUD 1945 yang membatasi peran MPR.
  4. Status "Tidak Berlaku":

    • UU No. 16/1969 telah dicabut dan digantikan oleh sejumlah regulasi, terutama UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta putusan MK yang menghapus kursi anggota DPR/DPRD yang diangkat.

Dampak dalam Praktik:

  • UU ini menjadi dasar bagi sistem politik yang sentralistik dan otoriter selama Orde Baru, di mana lembaga legislatif berfungsi sebagai "stempel" kebijakan eksekutif.
  • Pasca-Reformasi, sistem perwakilan diubah untuk memperkuat checks and balances, termasuk pemilihan langsung anggota DPR/DPRD dan pembentukan DPD sebagai representasi daerah.

Catatan Kritis:
Meski sudah tidak berlaku, UU No. 16/1969 merupakan cerminan bagaimana rezim Orde Baru menggunakan instrumen hukum untuk mempertahankan kekuasaan. Perubahannya pasca-1998 menunjukkan transformasi Indonesia menuju demokrasi yang lebih partisipatif.

Regulasi Terkait yang Perlu Diketahui:

  • Putusan MK No. 92/PUU-X/2012 yang menegaskan larangan anggota DPR/DPRD diangkat dari kalangan TNI/Polri.
  • Amandemen UUD 1945 (1999–2002) yang mengubah struktur MPR menjadi gabungan DPR dan DPD.

Sebagai praktisi hukum, pemahaman atas sejarah UU ini penting untuk menganalisis dinamika hubungan eksekutif-legislatif dan evolusi sistem demokrasi Indonesia.

Meridian AI bisa salah. Cek konten penting.

Subjek

PEMBENTUKAN, PERUBAHAN, DAN PEMBUBARAN KOMISI/KOMITE/BADAN/DEWAN/STAF KHUSUS/TIM/PANITIA - DASAR PEMBENTUKAN KEMENTERIAN/LEMBAGA/BADAN/ORGANISASI

Metadata

TentangSusunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tipe DokumenPeraturan Perundang-undangan
Nomor16
BentukUndang-undang (UU)
Bentuk SingkatUU
Tahun1969
Tempat PenetapanJakarta
SumberLN. 1969, LL SETNEG : 23 HLM
BahasaBahasa Indonesia
LokasiPemerintah Pusat

Status Peraturan

Diubah Dengan

  1. UU No. 5 Tahun 1995 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969
  2. UU No. 2 Tahun 1985 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969
  3. UU No. 5 Tahun 1975 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969

Dicabut Dengan

  1. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Network Peraturan

Loading network graph...

Dokumen