Analisis UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
Berikut konteks historis dan informasi tambahan yang perlu diketahui:
1. Latar Belakang Politik-Ekonomi
- UU ini lahir di era Orde Baru (Soeharto) yang menekankan pembangunan nasional sebagai prioritas. Pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi yang pesat pada 1980-1990an memicu kebutuhan regulasi untuk mengatasi perumahan kumuh, kepadatan penduduk, dan kesenjangan akses hunian layak.
- Tujuan utama: mengintegrasikan kebijakan perumahan ke dalam agenda pembangunan nasional, dengan pendekatan top-down yang khas Orde Baru.
2. Inovasi Konseptual
- Membedakan "Perumahan" dan "Permukiman":
- Perumahan: Aspek fisik (bangunan, infrastruktur).
- Permukiman: Lingkungan hidup sosial (komunitas, tata ruang, lingkungan).
- Pengarusutamaan Penanggulangan Bencana: UU ini termasuk pelopor yang memasukkan mitigasi bencana dalam kebijakan perumahan, meski belum spesifik seperti regulasi modern (misal: UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana).
3. Kebijakan yang Diatur
- Peran Sentral Pemerintah: Pengaturan perumahan didominasi oleh otoritas pusat, termasuk alokasi anggaran dan proyek perumahan massal (misal: program Perumnas).
- Partisipasi Swasta: Dorongan investasi swasta dalam pengembangan perumahan, sejalan dengan kebijakan ekonomi Orde Baru yang pro-pasar.
- Penataan Kawasan Kumuh: Upaya formalisasi permukiman informal melalui program seperti Kampung Improvement Programme (KIP).
4. Kelemahan dan Dinamika Perubahan
- Tidak Mengakui Hak atas Hunian Layak: UU ini lebih fokus pada aspek teknis pembangunan daripada hak sosial-ekonomi warga. Hal ini diperbaiki dalam UU No. 1/2011 yang mengadopsi prinsip "housing as a human right".
- Tidak Responsif terhadap Otonomi Daerah: Pasca-Reformasi 1998, UU ini dianggap terlalu sentralistik, sehingga UU No. 1/2011 memperkuat peran pemerintah daerah.
- Tumpang Tindih Regulasi: UU ini tidak secara tegas mengatur konflik agraria atau sertifikasi lahan, yang kerap memicu sengketa.
5. Regulasi Pengganti
UU No. 4/1992 dicabut dan digantikan oleh UU No. 1 Tahun 2011 karena:
- Perubahan paradigma dari pembangunan fisik ke pendekatan holistik (lingkungan, partisipasi masyarakat, keberlanjutan).
- Penyesuaian dengan prinsip desentralisasi dan tata kelola pemerintahan yang inklusif.
- Integrasi isu perlindungan kelompok rentan (penghuni kawasan kumuh, masyarakat adat).
6. Warisan dan Relevansi
- Dasar Hukum Awal: UU ini menjadi fondasi bagi regulasi turunan seperti PP No. 80/1999 tentang Kawasan Siap Bangun.
- Inspirasi Kebijakan: Konsep penataan permukiman dalam UU ini mempengaruhi program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) di era modern.
- Pelajaran Historis: Meski sudah dicabut, UU ini mengingatkan pentingnya keseimbangan antara pembangunan fisik dan keadilan sosial dalam kebijakan perumahan.
Catatan Penting: Meski statusnya Tidak Berlaku, UU No. 4/1992 patut dipahami sebagai cerminan dinamika politik-hukum Indonesia dalam merespons tantangan urbanisasi dan pembangunan berkelanjutan.