Analisis Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 11 Tahun 2019
Konteks Historis dan Tujuan:
Permenaker No. 11 Tahun 2019 merupakan perubahan kedua atas Permenaker No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain (outsourcing). Perubahan ini muncul sebagai respons atas dinamika praktik alih daya di Indonesia yang seringkali menimbulkan sengketa ketenagakerjaan, terutama terkait perlindungan hak pekerja dan batasan jenis pekerjaan yang boleh dialihkan. Regulasi ini bertujuan memperketat pengawasan terhadap perusahaan alih daya untuk mencegah eksploitasi pekerja dan memastikan kepatuhan terhadap prinsip kerja layak.
Poin Penting yang Perlu Diketahui:
-
Pengetatan Persyaratan Outsourcing:
- Perubahan ini memperjelas bahwa hanya pekerjaan yang bersifat non-inti (supporting) yang boleh dialihkan, seperti kebersihan, keamanan, atau jasa katering. Pekerjaan inti (core business) seperti produksi atau layanan utama dilarang untuk dialihkan.
- Perusahaan penerima alih daya wajib memiliki izin operasional (SIUP/IUI) dan terdaftar di instansi ketenagakerjaan.
-
Perlindungan Pekerja:
- Perusahaan pemberi dan penerima alih daya wajib memastikan hak pekerja outsourcing dipenuhi, termasuk upah, jaminan sosial (BPJS), dan keselamatan kerja.
- Larangan praktik "perjanjian pemborongan pekerjaan" yang mengaburkan status hukum pekerja.
-
Sanksi Administratif:
- Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berujung pada pencabutan izin alih daya, denda, atau pembatalan hubungan kerja.
Perkembangan Setelah 2019:
- Permenaker No. 11/2019 dinyatakan “Tidak Berlaku” sejak terbitnya Permenaker No. 9 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pemagangan, Pelatihan Kerja, dan Alih Daya. Perubahan ini sejalan dengan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11/2020) yang mereformasi sektor ketenagakerjaan, termasuk penyederhanaan regulasi outsourcing.
- Permenaker 9/2021 mengatur kembali batasan outsourcing dengan lebih fleksibel namun tetap mengedepankan perlindungan pekerja melalui skema “kerja sama penyediaan pekerja” yang diatur ketat.
Implikasi Praktis:
- Perusahaan perlu meninjau ulang kontrak alih daya untuk memastikan kesesuaian dengan regulasi terbaru, terutama terkait klasifikasi pekerjaan dan hak pekerja.
- Pekerja outsourcing memiliki landasan hukum lebih kuat untuk menuntut hak jika terjadi pelanggaran, meski tetap ada tantangan dalam implementasi di lapangan.
Rekomendasi:
Klien disarankan untuk selalu memantau perubahan regulasi turunan UU Cipta Kerja, termasuk Permenaker No. 9/2021, guna menghindari risiko sanksi dan menjaga kepatuhan hukum. Konsultasi dengan ahli hukum ketenagakerjaan sangat krusial untuk menyesuaikan praktik bisnis dengan dinamika regulasi yang cepat berubah.
(Catatan: Analisis ini didasarkan pada data yang tersedia. Untuk keputusan strategis, disarankan merujuk teks lengkap peraturan dan konsultasi langsung dengan praktisi hukum.)